Salah satu topik hangat yang cukup mengkhawatirkan saat ini adalah isu mengenai generasi milenial susah beli rumah. Generasi yang memiliki karakter happines seeker dan experience seeker banyak dinilai sebagai salah satu faktor penghambat mereka dalam mendapatkan rumah. Meski tidak semua, namun sebagian besar dari generasi ini cenderung lebih menyukai pengalaman baru yang sifatnya konsumtif dibandingkan memiliki aset untuk masa depan.
Kondisi generasi milenial susah beli rumah didukung oleh beberapa studi yang dilakukan oleh banyak pihak seperti rumah123.com, Urban Institute dan Chase Home Lending.
Menurut survei yang dilakukan oleh rumah123.com, saat ini baru 30,9% saja dari generasi milenial yang sudah memiliki rumah untuk tempat tinggal. Sisanya, masih dalam proses pencarian (54,7%), hanya melirik – lirik saja (7,1%), dan ada juga yang mencari rumah untuk keperluan investasi (7,1%).
Hal yang senada juga dilaporkan oleh Urban Institute, bahwa tingkat kepemilikan ruma pada generasi milenial masih lebih rendah jika dibandingkan dengan orang tua mereka saat di rentang usia yang sama. Meski tidak dapat dipungkiri, tingkat persaingan kepemilikan rumah di kalangan milenial saat ini lebih tinggi daripada generasi sebelumnya. Ketika harga rumah naik menjulang tinggi tidak dibarengi dengan ketersedian lahan yang semakin hari kian menyusut.
Begitu pun dengan hasil studi yang dilakukan oleh Chase Home Lending, saat ini baru 52% generasi milenial yang sudah siap secara finansial untuk membeli rumah. Sisanya masih berangan-angan saja. Karena generasi ini tidak hanya berhadapan dengan masalah tempat tinggal saja, namun juga harus menangani masalah hutang pinjaman (jika ada) dan biaya pernikahan. Mereka menilai, menyewa tempat tinggal dirasa lebih aman dan rendah resiko dibandingkan dengan membeli rumah.
Seperti peribahasa mengatakan “tidak ada asap jika tidak ada api”, rendahnya kepemilikan rumah di kalangan milenial tentu memiliki sebab. Setidaknya ada 5 Alasan Generasi Milenial Susah Beli Rumah versi Sharia Green Land. Berikut penjelasan selengkapnya.
Sebagaimana data Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI), pada satu dekade terakhir terjadi kenaikan harga tempat tinggal sebesar 39,7% untuk 14 kota besar di Indonesia. Sedangkan kenaikan UMR setiap tahunnya hanya sekitar 10%. Sehingga terlihat adanya kesenjangan antara kenaikan harga rumah yang tinggi dengan kenaikan gaji yang lebih rendah.
Menurut Ananta Wiyogo, Direktur Utama PT. Sarana Multigriya Finansial (SMF), rumah yang ideal dibeli oleh kalangan milenial adalah rumah yang harganya senilai dengan 3 kali penghasilan pertahun. Jika harga rumah 300 juta, maka penghasilan minimal pembeli adalah 100 juta dalam setahun atau sekitar 8 juta perbulan .
Menurut Prita Hapsari Gozhie, seorang Financial Planner saat dilakukan Rapat Kerja Daerah REI (Real Estate Indonesia), mengatakan bahwa masalah yang dimiliki oleh kaum milenial terletak pada skala prioritas yang dimilikinya. Jika penghasilannya lebih tinggi dari harga rumah, tentunya mereka akan memprioritaskan pembelian rumah untuk tempat tinggal. Namun, karena harga rumah dirasa sangat mahal, maka skala prioritas ini dialihkan ke hal lain, seperti untuk membeli tiket konser atau liburan lainnya untuk kemudian dishare di sosial media.
Berbeda dengan generasi baby boomers, generasi yang lahir pada rentang tahun 1946 -1964 (era setelah Perang Dunia II), mereka lebih memilih memiliki kebun, tanah, atau apa pun itu yang bisa “menghasilkan”.
Beranjak ke generasi X yang lahir pada rentang tahun 1965-1980, mereka menggunakan uang lebih yang dimilikinya untuk membeli sesuatu yang terlihat wujudnya. Misalnya membeli apartemen ataupun gonta ganti mobil baru.
Alasan lain dari generasi milenial susah beli rumah adalah minedset yang dimilikinya. Generasi milenial belum sepenuhnya menganggap rumah sebagai kebutuhan pokok. Menurut Prita, ada sebagian kalangan milenial yang beranggapan bahwa, daripada membeli rumah yang harganya mahal dan tak kunjung terbeli, lebih baik digunakan untuk membeli tiket konser, pesawat, hiburan, atau hal lainnya yang menyenangkan.
Terkadang ada juga entrepreneur muda yang lebih memilih menggunakan uangnya untuk investasi lain yang dirasa lebih menguntungkan untuk jangka panjang. Sedangkan untuk tempat tinggal ia lebih memilih untuk menyewa.
Sebagai generasi yang akrab dengan media komunikasi dan teknologi digital, banyak kaum milenial yang terjun ke dunia kreatif. Dampaknya, sebagian besar dari mereka bekerja informal dan tidak mempunyai slip gaji. Hal ini menjadi alasan bagi generasi milenial susah beli rumah.
Menurut Ananta Wiyogo, Direktur Utama SMF, meskipun tidak sedikit generasi milenial yang berpenghasilan besar, bahkan bisa meraup keuntungan 15 juta sampai 20 juta dalam semalam. Namun mereka tidak memiliki slip gaji dan gaya hidup yang relatif boros.
Menyambung pembahasan sebelumnya, banyaknya generasi milenial yang masuk di dunia kreatif, menjadikan batu sandungan bagi mereka yang mengajukan KPR. Karena seperti yang kita ketahui, bahwa kebanyakan KPR harus melewati BI Checking terlebih dahulu. Karena alasan inilah generasi milenial susah beli rumah.
Selain itu, menurut Ananta, skema KPR yang cocok untuk generasi milenial adalah KPR fixed rate. Karena skema ini memungkinkan mereka dapat mengelola penghasilannya dengan lebih baik.
Sayangnya bank yang menerapkan skema KPR dengan bunga fixed rate masih jarang. Kebanyakan bank konvensional menerapkan bunga fixed rate di beberapa tahun pertama, namun berubah menjadi bunga float ditahun berikutnya.
Baca juga: 7 Perbedaan KPR Syariah dan KPR Konvensional yang Harus Anda Ketahui
Salah satu solusi yang bisa diambil kaum milenial jika ingin memiliki cicilan yang pasti setiap bulannya, yaitu mengambil skema KPR yang fixed rate sebagaimana yang diterapkan oleh Bank Syariah. Dengan catatan Bank Syariah tidak mengenal istilah bunga, melainkan sistem bagi hasil. Namun sayangnya Bank Syariah masih menerapkan BI Checking layaknya Bank Konvensional.
Baca juga: KPR Bank Syariah, Patut Diapresiasi, Namun Masih Perlu Dikritisi
Solusi lain yang bisa diambil untuk mendapatkan KPR fixed rate tanpa harus melewati BI Checking adalah dengan mengambil KPR Syariah tanpa Bank. Selain nilai cicilannya tetap setiap bulan, juga harga yang ditawarkan relatif lebih murah karena tidak ada perantara. Tidak seperti KPR konvensional dan KPR Bank Syariah yang melibatkan 3 pihak (pembeli, developer, dan bank), pada KPR Syariah tanpa bank hanya melibatkan 2 pihak saja yaitu pembeli dan developer.
Baca juga: Inilah Perbedaan KPR Syariah dan KPR Bank Syariah
Note: Ketika berbicara harga rumah, maka perlu diperhatikan pula aspek lainnya seperti lokasi, fasilitas, dan bangunan rumah. Jadi jika ingin membandingkan harga rumah yang ditawarkan KPR konvensional, KPR Bank Syariah, dan KPR Syariah Tanpa Bank maka ketiga variabel itu harus sama, baik lokasi, fasilitas, maupun bangunan rumahnya. Jika ketiga variabelnya sama, maka logikanya KPR syariah akan menawarkan harga yang lebih murah karena tidak ada pihak ketiga.
Baca juga: Cicilan KPR Syariah kok Mahal
Saat ini banyak developer properti syariah yang menawarkan skema KPR tanpa bank sama sekali. Anda bisa browsing dengan mengetikan kata kunci “Developer Properti Syariah”. Sedikit tips untuk memilih developer terpercaya, sebaiknya Anda menelusuri lebih jauh mengenai penguasaan lahan, portofolio, serta legalitas yang dimilikinya.
Salah satu developer properti syariah yang menawarkan KPR tanpa bank adalah PT. Sharia Green Land. Kemudahan bertransaksi sesuai syariah diwujudkan ke dalam jual beli yang tidak melibatkan riba, sita, denda, akad bermasalah, pembiayaan bank serta tidak adanya BI Checking.
Developer yang telah berdiri sejak awal tahun 2015 ini telah mengembangkan 7 proyek yaitu,
Semuanya berlokasi di Bandung kecuali Puri Nirana Cigelam di Purwakarta, dan Jannati Residence Kutamandiri di Tanjungsari.
Uniknya, PT. Sharia Green Land tidak hanya menitikberatkan pada penjualan unit rumah saja, melainkan manajemen, fasilitas, sarana, lingkungan, dan suasana yang islami. Dengan konsep Hunian Islami Terintegrasi. PT. Sharia Green Land menawarkan pengalaman mempunyai rumah yang lebih dari sekedar tempat tinggal.
(Diedit oleh Nizar Tegar)
Salah satu topik hangat yang cukup mengkhawatirkan saat ini adalah isu mengenai generasi milenial susah beli rumah. Generasi yang memiliki karakter happines seeker dan experience seeker banyak dinilai sebagai salah satu faktor penghambat mereka dalam mendapatkan rumah. Meski tidak semua, namun sebagian besar dari generasi ini cenderung lebih menyukai pengalaman baru yang sifatnya konsumtif dibandingkan memiliki aset untuk masa depan.
Kondisi generasi milenial susah beli rumah didukung oleh beberapa studi yang dilakukan oleh banyak pihak seperti rumah123.com, Urban Institute dan Chase Home Lending.
Menurut survei yang dilakukan oleh rumah123.com, saat ini baru 30,9% saja dari generasi milenial yang sudah memiliki rumah untuk tempat tinggal. Sisanya, masih dalam proses pencarian (54,7%), hanya melirik – lirik saja (7,1%), dan ada juga yang mencari rumah untuk keperluan investasi (7,1%).
Hal yang senada juga dilaporkan oleh Urban Institute, bahwa tingkat kepemilikan ruma pada generasi milenial masih lebih rendah jika dibandingkan dengan orang tua mereka saat di rentang usia yang sama. Meski tidak dapat dipungkiri, tingkat persaingan kepemilikan rumah di kalangan milenial saat ini lebih tinggi daripada generasi sebelumnya. Ketika harga rumah naik menjulang tinggi tidak dibarengi dengan ketersedian lahan yang semakin hari kian menyusut.
Begitu pun dengan hasil studi yang dilakukan oleh Chase Home Lending, saat ini baru 52% generasi milenial yang sudah siap secara finansial untuk membeli rumah. Sisanya masih berangan-angan saja. Karena generasi ini tidak hanya berhadapan dengan masalah tempat tinggal saja, namun juga harus menangani masalah hutang pinjaman (jika ada) dan biaya pernikahan. Mereka menilai, menyewa tempat tinggal dirasa lebih aman dan rendah resiko dibandingkan dengan membeli rumah.
Seperti peribahasa mengatakan “tidak ada asap jika tidak ada api”, rendahnya kepemilikan rumah di kalangan milenial tentu memiliki sebab. Setidaknya ada 5 Alasan Generasi Milenial Susah Beli Rumah versi Sharia Green Land. Berikut penjelasan selengkapnya.
Sebagaimana data Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI), pada satu dekade terakhir terjadi kenaikan harga tempat tinggal sebesar 39,7% untuk 14 kota besar di Indonesia. Sedangkan kenaikan UMR setiap tahunnya hanya sekitar 10%. Sehingga terlihat adanya kesenjangan antara kenaikan harga rumah yang tinggi dengan kenaikan gaji yang lebih rendah.
Menurut Ananta Wiyogo, Direktur Utama PT. Sarana Multigriya Finansial (SMF), rumah yang ideal dibeli oleh kalangan milenial adalah rumah yang harganya senilai dengan 3 kali penghasilan pertahun. Jika harga rumah 300 juta, maka penghasilan minimal pembeli adalah 100 juta dalam setahun atau sekitar 8 juta perbulan .
Menurut Prita Hapsari Gozhie, seorang Financial Planner saat dilakukan Rapat Kerja Daerah REI (Real Estate Indonesia), mengatakan bahwa masalah yang dimiliki oleh kaum milenial terletak pada skala prioritas yang dimilikinya. Jika penghasilannya lebih tinggi dari harga rumah, tentunya mereka akan memprioritaskan pembelian rumah untuk tempat tinggal. Namun, karena harga rumah dirasa sangat mahal, maka skala prioritas ini dialihkan ke hal lain, seperti untuk membeli tiket konser atau liburan lainnya untuk kemudian dishare di sosial media.
Berbeda dengan generasi baby boomers, generasi yang lahir pada rentang tahun 1946 -1964 (era setelah Perang Dunia II), mereka lebih memilih memiliki kebun, tanah, atau apa pun itu yang bisa “menghasilkan”.
Beranjak ke generasi X yang lahir pada rentang tahun 1965-1980, mereka menggunakan uang lebih yang dimilikinya untuk membeli sesuatu yang terlihat wujudnya. Misalnya membeli apartemen ataupun gonta ganti mobil baru.
Alasan lain dari generasi milenial susah beli rumah adalah minedset yang dimilikinya. Generasi milenial belum sepenuhnya menganggap rumah sebagai kebutuhan pokok. Menurut Prita, ada sebagian kalangan milenial yang beranggapan bahwa, daripada membeli rumah yang harganya mahal dan tak kunjung terbeli, lebih baik digunakan untuk membeli tiket konser, pesawat, hiburan, atau hal lainnya yang menyenangkan.
Terkadang ada juga entrepreneur muda yang lebih memilih menggunakan uangnya untuk investasi lain yang dirasa lebih menguntungkan untuk jangka panjang. Sedangkan untuk tempat tinggal ia lebih memilih untuk menyewa.
Sebagai generasi yang akrab dengan media komunikasi dan teknologi digital, banyak kaum milenial yang terjun ke dunia kreatif. Dampaknya, sebagian besar dari mereka bekerja informal dan tidak mempunyai slip gaji. Hal ini menjadi alasan bagi generasi milenial susah beli rumah.
Menurut Ananta Wiyogo, Direktur Utama SMF, meskipun tidak sedikit generasi milenial yang berpenghasilan besar, bahkan bisa meraup keuntungan 15 juta sampai 20 juta dalam semalam. Namun mereka tidak memiliki slip gaji dan gaya hidup yang relatif boros.
Menyambung pembahasan sebelumnya, banyaknya generasi milenial yang masuk di dunia kreatif, menjadikan batu sandungan bagi mereka yang mengajukan KPR. Karena seperti yang kita ketahui, bahwa kebanyakan KPR harus melewati BI Checking terlebih dahulu. Karena alasan inilah generasi milenial susah beli rumah.
Selain itu, menurut Ananta, skema KPR yang cocok untuk generasi milenial adalah KPR fixed rate. Karena skema ini memungkinkan mereka dapat mengelola penghasilannya dengan lebih baik.
Sayangnya bank yang menerapkan skema KPR dengan bunga fixed rate masih jarang. Kebanyakan bank konvensional menerapkan bunga fixed rate di beberapa tahun pertama, namun berubah menjadi bunga float ditahun berikutnya.
Baca juga: 7 Perbedaan KPR Syariah dan KPR Konvensional yang Harus Anda Ketahui
Salah satu solusi yang bisa diambil kaum milenial jika ingin memiliki cicilan yang pasti setiap bulannya, yaitu mengambil skema KPR yang fixed rate sebagaimana yang diterapkan oleh Bank Syariah. Dengan catatan Bank Syariah tidak mengenal istilah bunga, melainkan sistem bagi hasil. Namun sayangnya Bank Syariah masih menerapkan BI Checking layaknya Bank Konvensional.
Baca juga: KPR Bank Syariah, Patut Diapresiasi, Namun Masih Perlu Dikritisi
Solusi lain yang bisa diambil untuk mendapatkan KPR fixed rate tanpa harus melewati BI Checking adalah dengan mengambil KPR Syariah tanpa Bank. Selain nilai cicilannya tetap setiap bulan, juga harga yang ditawarkan relatif lebih murah karena tidak ada perantara. Tidak seperti KPR konvensional dan KPR Bank Syariah yang melibatkan 3 pihak (pembeli, developer, dan bank), pada KPR Syariah tanpa bank hanya melibatkan 2 pihak saja yaitu pembeli dan developer.
Baca juga: Inilah Perbedaan KPR Syariah dan KPR Bank Syariah
Note: Ketika berbicara harga rumah, maka perlu diperhatikan pula aspek lainnya seperti lokasi, fasilitas, dan bangunan rumah. Jadi jika ingin membandingkan harga rumah yang ditawarkan KPR konvensional, KPR Bank Syariah, dan KPR Syariah Tanpa Bank maka ketiga variabel itu harus sama, baik lokasi, fasilitas, maupun bangunan rumahnya. Jika ketiga variabelnya sama, maka logikanya KPR syariah akan menawarkan harga yang lebih murah karena tidak ada pihak ketiga.
Baca juga: Cicilan KPR Syariah kok Mahal
Saat ini banyak developer properti syariah yang menawarkan skema KPR tanpa bank sama sekali. Anda bisa browsing dengan mengetikan kata kunci “Developer Properti Syariah”. Sedikit tips untuk memilih developer terpercaya, sebaiknya Anda menelusuri lebih jauh mengenai penguasaan lahan, portofolio, serta legalitas yang dimilikinya.
Salah satu developer properti syariah yang menawarkan KPR tanpa bank adalah PT. Sharia Green Land. Kemudahan bertransaksi sesuai syariah diwujudkan ke dalam jual beli yang tidak melibatkan riba, sita, denda, akad bermasalah, pembiayaan bank serta tidak adanya BI Checking.
Developer yang telah berdiri sejak awal tahun 2015 ini telah mengembangkan 7 proyek yaitu,
Semuanya berlokasi di Bandung kecuali Puri Nirana Cigelam di Purwakarta, dan Jannati Residence Kutamandiri di Tanjungsari.
Uniknya, PT. Sharia Green Land tidak hanya menitikberatkan pada penjualan unit rumah saja, melainkan manajemen, fasilitas, sarana, lingkungan, dan suasana yang islami. Dengan konsep Hunian Islami Terintegrasi. PT. Sharia Green Land menawarkan pengalaman mempunyai rumah yang lebih dari sekedar tempat tinggal.
(Diedit oleh Nizar Tegar)