Kata riba sering terdengar gaungnya ditengah-tengah masyarakat muslim saat ini. Pembahasannya biasanya seputar dampak buruk serta ancaman dosa besar kepada para pelakunya. Sehingga cukup ngeri mendengarnya ketika kita sudah riba.
Supaya gak gagal paham, yuk kita kenali lebih jauh mengenai riba ini.
Ketika mendefinisikan suatu kata atau istilah, biasanya kita melakukan beberapa pendekatan. Bisa secara bahasa atau bisa juga secara istilah.
Makna riba secara bahasa ini sering digunakan baik dalam Al Quran maupun Hadis. Misalnya pada QS. Al-Haaqqah ayat 10.
Kata rabiyah disini mengandung arti siksaan yang terus bertambah.
Penggunaan kata yang serupa juga terdapat pada firman Allah SWT QS. Al-Hajj ayat 5
Pada ayat di atas, terdapat kata rabat yang berarti tumbuh.
Selain Al Qur’an kata riba juga terkadang dapat ditemui pada beberapa hadis. Misalnya pada hadis berikut ini.
Dari Said bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Rasulullah SAW mengkategorikan suatu perbuatan ke dalam riba ketika terdapat unsur “tambahan”.
Maksud “tambahan” adalah segala bentuk kelebihan atas apa yang telah Allah halalkan. Sehingga bisa berpotensi berbuat zalim kepada orang lain.
Salah satu contoh perbuatannya adalah mempermalukan orang lain.
Dari beberapa keterangan di atas, dijelaskan bahwa riba cenderung memiliki konotasi yang negatif.
Uniknya, riba menurut bahasa tidak melulu mengarah kepada hal yang negatif, terkadang ada juga yang memiliki konotasi positif.
Misalnya pada suatu riwayat ketika Rasulullah SAW makan bersama dengan para sahabat yang tinggal di sekitar masjid Nabawi. Abdurrahman bin Abu Bakr menuturkan bahwa ada sesuatu yang aneh terjadi.
Makanan yang mereka makan bukannya berkurang malah bertambah dan tidak habis-habis.
Abdurrahman menyertakan kejadian ketika makan bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Riba menurut bahasa dapat diartikan sebagai segala bentuk tambahan. Ketika tambahan tersebut melewati apa yang dihalalkan oleh Allah maka jatuhnya haram.
Menurut Imam Ibn Baz riba tidak hanya terbatas dalam hal jual beli saja. Namun juga mencakup segala bentuk perbuatan maksiat dan penyimpangan. Seperti melakukan ghibah atau mengadu domba orang lain.
Baca juga: Meskipun Terasa Asyik, Ghibah Itu Ternyata Bisa Jadi Musibah Buat Kita Loh!
Riba menurut bahasa memiliki makna yang sangat umum. Karena segala bentuk “tambahan” termasuk kategori riba. Tidak hanya dalam urusan jual beli, melainkan juga termasuk perbuatan sehari-hari.
Oleh karena itu untuk dapat memahami konsep riba secara utuh dan komprehensif sebaiknya kita juga memaknai riba secara istilah.
Silahkan kunjungi halaman di atas untuk mendapatkan penjelasan lebih rinci mengenai riba. Jangan lupa share dan aktifkan tombol notifikasi di bagian kanan bawah untuk mendapatkan tulisan paling update lainnya.
(Diedit oleh Nizar Tegar)
Kata riba sering terdengar gaungnya ditengah-tengah masyarakat muslim saat ini. Pembahasannya biasanya seputar dampak buruk serta ancaman dosa besar kepada para pelakunya. Sehingga cukup ngeri mendengarnya ketika kita sudah riba.
Supaya gak gagal paham, yuk kita kenali lebih jauh mengenai riba ini.
Ketika mendefinisikan suatu kata atau istilah, biasanya kita melakukan beberapa pendekatan. Bisa secara bahasa atau bisa juga secara istilah.
Makna riba secara bahasa ini sering digunakan baik dalam Al Quran maupun Hadis. Misalnya pada QS. Al-Haaqqah ayat 10.
Kata rabiyah disini mengandung arti siksaan yang terus bertambah.
Penggunaan kata yang serupa juga terdapat pada firman Allah SWT QS. Al-Hajj ayat 5
Pada ayat di atas, terdapat kata rabat yang berarti tumbuh.
Selain Al Qur’an kata riba juga terkadang dapat ditemui pada beberapa hadis. Misalnya pada hadis berikut ini.
Dari Said bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Rasulullah SAW mengkategorikan suatu perbuatan ke dalam riba ketika terdapat unsur “tambahan”.
Maksud “tambahan” adalah segala bentuk kelebihan atas apa yang telah Allah halalkan. Sehingga bisa berpotensi berbuat zalim kepada orang lain.
Salah satu contoh perbuatannya adalah mempermalukan orang lain.
Dari beberapa keterangan di atas, dijelaskan bahwa riba cenderung memiliki konotasi yang negatif.
Uniknya, riba menurut bahasa tidak melulu mengarah kepada hal yang negatif, terkadang ada juga yang memiliki konotasi positif.
Misalnya pada suatu riwayat ketika Rasulullah SAW makan bersama dengan para sahabat yang tinggal di sekitar masjid Nabawi. Abdurrahman bin Abu Bakr menuturkan bahwa ada sesuatu yang aneh terjadi.
Makanan yang mereka makan bukannya berkurang malah bertambah dan tidak habis-habis.
Abdurrahman menyertakan kejadian ketika makan bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Riba menurut bahasa dapat diartikan sebagai segala bentuk tambahan. Ketika tambahan tersebut melewati apa yang dihalalkan oleh Allah maka jatuhnya haram.
Menurut Imam Ibn Baz riba tidak hanya terbatas dalam hal jual beli saja. Namun juga mencakup segala bentuk perbuatan maksiat dan penyimpangan. Seperti melakukan ghibah atau mengadu domba orang lain.
Baca juga: Meskipun Terasa Asyik, Ghibah Itu Ternyata Bisa Jadi Musibah Buat Kita Loh!
Riba menurut bahasa memiliki makna yang sangat umum. Karena segala bentuk “tambahan” termasuk kategori riba. Tidak hanya dalam urusan jual beli, melainkan juga termasuk perbuatan sehari-hari.
Oleh karena itu untuk dapat memahami konsep riba secara utuh dan komprehensif sebaiknya kita juga memaknai riba secara istilah.
Silahkan kunjungi halaman di atas untuk mendapatkan penjelasan lebih rinci mengenai riba. Jangan lupa share dan aktifkan tombol notifikasi di bagian kanan bawah untuk mendapatkan tulisan paling update lainnya.
(Diedit oleh Nizar Tegar)