logo Sharia Green Land panjang 2
Oktober 17, 2022

Kupas Tuntas Riba Fadhl: Pengertian, Hukum, Contoh, Kententuan, dan Solusinya

Kategori: ,

Riba Fadhl salah satu jenis riba yang mungkin tidak begitu populer. Namun jika kita telusuri lebih jauh, jenis riba ini sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya saat melakukan transaksi jual beli.

Apa Itu Riba Fadhl?

Fadhl memiliki arti kelebihan. Riba fadhl adalah kelebihan yang diberikan saat melakukan transaksi jual beli barang ribawi.

Untuk memahami riba Fadhl ada baiknya Anda mengetahui terlebih dahulu mengenai jenis-jenis riba dan barang ribawi.

Baca juga: 6 Jenis Barang Ribawi Yang Perlu Anda Tahu!

Berdasarkan sebab terjadinya riba, para Ulama membaginya menjadi dua jenis, yaitu riba karena utang-piutang (riba qard) dan riba pada saat transaksi.

Riba Fadhl adalah salah satu jenis riba yang terjadi saat transaksi jual beli selain riba nasiah. Tentunya tidak semua barang, hanya beberapa barang yang termasuk barang ribawi saja. Seperti emas, perak, kurma, gandum halus, gandum kasar, dan garam.

Contoh Riba Fadhl

Ada beberapa transaksi yang mengandung unsur riba fadhl, seperti:

  1. Tukar menukar emas, misalnya emas 24 karat sebanyak 3 gram ditukar dengan emas 20 karat sebanyak 5 gram. Adanya kelebihan 2 gram ini termasuk riba fadhl.
  2. Tukar menukar beras, misalnya beras pandan wangi sebanyak 10 kg ditukar dengan 12 kg beras setra ramos.
  3. Tukar menukar uang recehan saat lebaran. Misalnya satu lembar uang pecahan 100.000 ditukar dengan sembilan lembar uang 10.000. Selisih 10.000 tersebut termasuk riba fadl.

Hukum Riba Fadhl

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama mengenai hukum Riba Fadhl. Ada beberapa ulama yang membolehkan. Dengan alasan bahwa riba fadhl itu tidak ada. Hal ini didasarkan pada hadis:

Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“ Tidak ada riba kecuali riba nasiah.” (HR. Bukhari 2179, Ahmad 21762 dan yang lainnya)

Para ulama yang berpendapat bahwa riba fadhl itu tidak ada adalah Ibnu Abbas, Zaid bin Arqamm al-Barra’ bin Azib, dan Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhum.

Sayangnya pendapat ini dinilai lemah oleh ulama lainnya dengan beberapa pertimbangan:

1. Ibnu Abbas Telah Menarik Pendapatnya

Berdasarkan riwayat shahih Muslim (no.4172) menyebutkan bahwa Abu Said al-Khudri pernah bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai pendapatnya. Didapati bahwa Ibnu Abbas telah menarik pendapatnya. Sehingga banyak ulama yang sepakat bahwa Riba Fadhl hukumnya haram.

Hal senada juga disampaikan pada sunan al-Kubro dari al-Baihaqi, bahwa:

Dari Abul Jauza, beliau menceritakan,

Aku menjadi pembantu Ibnu Abbas 9 tahun. Suatu ketika datang seseorang dan menanyakan, transaksi 1 dirham ditukar dengan 2 dirham. Spontan Ibnu Abbas melarangnya dan mengatakan,

“Orang ini memintaku agar aku memberi makan riba.”

Orang-orang disekitarnya berkomentar, ‘Kami biasa melakukan ini berdasarkan fatwa Anda.’

Kemudian Ibnu Abbas mengatakan,

Dulu aku memfatwakan demikian, hingga aku mendengar hadis dari Abu Said dan Ibnu Umar, bahwa Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya. Dan akupun melarang kalian melakukan itu. (Sunan al-Kubro 102280).

Riwayat tersebut secara tegas menyebutkan bahwa Ibnu Abbas telah menarik pendapatnya yang membolehkan Riba Fadhl.

Ada banyak riwayat lainnya yang menunjukan bahwa Ibnu Abbas sepakat dengan pendapat bahwa riba ini bernilai hukum haram. Berikut beberapa diantaranya:

Seorang ulama tabi’in as-Sya’bi menyatakan bahwa:

Ada belasan murid Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang menyampaikan kepadaku beberapa informasi. Informasinya bahwa Ibnu Abbas telah menarik kembali fatwanya. Beliau mengatakan, “Riba Fadhl haram.’ (al-Mabsuth, as-Sarkhasi, 14/9)

Keterangan yang serupa datang dari Jabir bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, bahwa:

Ketika Ibnu Abbas meninggal dunia, beliau telah menarik kembali pendapatnya tentang riba fadhl dan nikah mut’ah. (al-Mabsuth. as-Sarkhasi, 14/9)

2. Transaksi 2 Barang Ribawi yang Sejenis Harus Sama Jumlahnya dan Dilakukan Tunai

Para ulama memaknai sabda nabi shallahu ‘alaihi wa sallam “tidak ada riba kecuali riba nasiah” hanya berlaku untuk transaksi 2 jenis barang ribawi yang berbeda, misalnya emas dengan perak. Masih dibolehkan jika jumlah barang ribawi yang dipertukarkan berbeda, asalkan dilakukan secara tunai. Jika tidak tunai maka termasuk kategori riba nasiah.

Berbeda halnya jika barang ribawi yang pertukarkan sejenis, misalnya emas dengan emas. Jumlahnya harus sama dan dilakukan secara tunai. Jika tidak terpenuhi salah satunya maka termasuk kategori riba fadhl.

Hal tersebut diperkuat oleh tafsir As-Syinqithi yang menyebutkan bahwa,

Maksud Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam dengan boleh adanya kelebihan (fadhl) dan larangan ada penundaan seperti yang diriwayatkan dari Usamah, al-Barra’ dan Zaid bin Arqam adalah untuk transaksi dua jenis barang ribawi yang berbeda. Dengan dalil adanya banyak riwayat shahih yang menegaskan bahwa tukar menukar dua jenis yang berbeda itulah yang dibolehkan adanya kelebihan. Namun jika satu jenis, tidak boleh ada kelebihan. (Adhwaul-Bayan, 1/161).

Keterangan yang serupa disampaikan Ibnu Qudamah,

Sabda Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak ada riba kecuali riba nasiah dipahami untuk transaksi tukar menukar yang tidak sejenis. Sementara riba fadhl hanya diharamkan untuk yang satu jenis, untuk jenis makanan yang ditimbang atau ditakar, meskipun sedikit, seperti tukar menukar 1 biji kurma dengan 2 biji kurma. (as-Syarh al-Kabir, 4/124).

3. Ijma Mengharamkan Riba Fadhl

Terdapat ijma yang mengharamkan riba fadl, hal ini disampaikan oleh As-Syinqithi dalam Adhwa-ul Bayan,

Dinyatakan oleh beberapa ulama adanya ijma’ mengenai haramnya riba fadhl. (Adhwa-ul Bayab, 1/161).

Berdasarkan beberapa poin di atas maka bisa disimpulkan bahwa riba fadhl hukumnya haram.

Ketentuan Riba Fadhl

Ada beberapa catatan mengenai riba fadhl yang perlu diketahui:

  • Riba fadhl hanya berlaku pada transaksi barang ribawi sejenis dan terdapat kelebihan saat transaksi tersebut dilakukan. Misalnya emas 24 karat sebanyak 3 gram ditukar dengan emas 20 karat sebanyak 5 gram.
  • Riba fadhl tidak berlaku pada transaksi barang non ribawi. Misalnya 2 smartphone bekas ditukar dengan 1 smartphone baru. Meski barangnya serupa dan terdapat kelebihan saat transaksi berlangsung, hal tersebut tidak tergolong riba fadl.

Transaksi barang ribawi yang berbeda jenis boleh terdapat kelebihan. Misalnya 1 gram emas ditukar dengan 20 gram perak. Hanya saja transaksi tersebut harus dilakukan secara tunai, tidak boleh ditunda. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

Jika benda yang dibarterkan berbeda maka takarannya boleh sesuka hati kalian asalkan tunai.

Menurut Ibnu Qudamah dalam kitabnya as-Syarh al-Kabir, ulama sepakat bahwa riba fadhl hanya berlaku pada transaksi barang ribawi sejenis.

Ulama sepakat bahwa riba Fadhl tidak berlaku kecuali untuk yang satu jenis. (as-Syarh al-Kabir, 4/124)

  • Kualitas barang ribawi yang dipertukarkan tidak diperhitungkan. Meskipun kualitasnya berbeda, jumlah yang ditukarkan harus sama. Misalnya emas 24 karat sebanyak 3 gram ditukar dengan emas 20 karat jumlahnya harus 3 gram juga.

Hal ini bisa dilihat dari kisah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melarang sahabat melakukan pertukaran kurma beda kuantitas karena beda kualitas.

Ketika itu beliau menunjuk orang untuk menarik zakat hasil pertanian di Khaibar. Ternyata kurma yang dibawa orang ini memiliki kualitas yang sangat bagus. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun kemudian bertanya,

“Apakah semua kurma Khaibar seperti ini?” Jawab sahabat, “Tidak, ya Rasulullah. Tapi kami menukar 1 sha’ kurma bagus ini dengan 2 sha’ kurma yang kualitas rendah.”

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya. (HR.Bukhari 2201 dan Muslim 4166)

Hikmah Larangan Riba Fadhl

Adanya larangan melakukan riba fadhl tentu memiliki hikmah, salah satunya adalah mencegah terjadinya perbuatan haram saat melakukan transaksi (saddud dzari’ah). Konsumen bisa terlindungi dari kemungkinan tindakan penipuan dari pedagang. Juga menutup celah bagi pedagang untuk melakukan penipuan.

Contoh kasusnya ketika tukar menukar emas. Ketika si A belum paham tentang emas, kemudian mendatangi pedagang. Bisa saja jumlah yang ditukarkan tidak sama, misalnya 3 gram dari A ditukar dengan 2 gram dari pedagang. Meski kadarnya berbeda, keduanya sama-sama emas, memiliki manfaat yang hampir sama.

Berdasarkan kitab al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah yang berisi pendapat 4 Madzhab disebutkan bahwa:

Riba Fadhl diharamkan untuk menghindari adanya upaya pembodohan terhadap mereka yang kurang cerdas, sehingga sebagian orang yang nakal mengelabuhi, segantang gandum ini setara dengan 3 gantang gandum jenis itu, karena lebih berkualitas. Atau cincin emas berukiran ini senilai dengan dua kali berat emas yang tidak diukir. Dan ini penipuan terhadap masyarakat, dan jelas membahayakan mereka. (al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, 2/174).

Selain itu, ada hikmah lain yang bisa diambil dari pelarangan riba fadhl. Menurut Ibnu Qoyim, pelarangan riba ini bisa mencegah terjadinya riba Nasiah.

Mereka dilarang melakukan riba fadhl, karena dikhawatirkan akan melakukan riba nasiah. Ketika 1 dirham ditukar dengan 2 dirham. Dan itu terjadi hanya karena perbedaan kualitas dan kadar. Sehingga menghasilkan keuntungan sekarang ditukar dengan keuntungan tertunda. Dan itulah riba nasiah. Dan ini celah yang sangat dekat. Sehingga diantara hikmah mereka dilarang melakukan riba fadhl adalah untuk menutup pintu mafsadah. (I’lamil Muwaqqi’in, 2/156).

Solusi Riba Fadhl

Islam selalu memiliki solusi untuk menjawab setiap permasalahan dalam hidup. Meski riba fadhl dilarang, namun ada solusi yang bisa kita ambil. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mencontohkan hal ini ketika menarik zakat pertanian dari Khaibar.

Saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjuk sahabat untuk menarik zakat pertanian dari Khaibar. Ternyata didapati bahwa sahabat ini membawa kurma dengan kualitas yang sangat bagus. Lalu Beliau pun bertanya,

“Apakah semua kurma Khaibar seperti ini?”

Lalu sahabat pun menjawab, “Tidak ya Rasulullah. Tapi kami menukar 1 sha’ kurma bagus ini dengan 2 sha’ kurma berkualitas rendah.”

Mendengar hal ini maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang tindakan sahabat dan memberinya solusi.

Jangan kamu lakukan itu, jual kurma jamu’ (yang kuran bagus) untuk mendapatkan dirham. Kemudian beli kurma janib (yang bagus) dengan dirham itu. (HR. Bukhari 2201 dan Muslim 4166)

Berdasarkan hal tersebut maka bisa kita ambil kesimpulan bahwa untuk menghindari riba fadhl saat melakukan tukar menukar barang ribawi, sebaiknya dikonversi terlebih dahulu ke uang.

Misalnya ketika ingin menukarkan emas 24 karat dengan emas 18 karat, maka sebaiknya kita menjual terlebih dahulu emas 24 karat. Lalu uang hasil penjualannya dibelikan emas 18 karat yang kita inginkan.

Solusi Riba Fadhl

Referensi:

Nur Baits, Ammi. 2020. Ada Apa Dengan Riba?. Jogjakarta: Pustaka Muamalah Jogja.

Article written by Hasannudin
LOGO resmi SHARIA GREEN LAND
Sharia Green Land merupakan Developer Properti yang telah berdiri sejak 12 Februari 2015. Memiliki visi besar untuk membangun kawasan islami bagi masyarakat muslim. Tidak hanya menyediakan hunian untuk tempat tinggal. Namun juga kawasan islami diharapkan mampu memberikan ketenangan hati. Karena rumah lebih dari sekedar tempat tinggal.
Kenali Lebih Jauh

Tulisan Serupa

Mau mendapatkan informasi mengenai tulisan terupdate?

Silahkan isi form di bawah
Oktober 17, 2022

Kupas Tuntas Riba Fadhl: Pengertian, Hukum, Contoh, Kententuan, dan Solusinya

Riba Fadhl salah satu jenis riba yang mungkin tidak begitu populer. Namun jika kita telusuri lebih jauh, jenis riba ini sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya saat melakukan transaksi jual beli.

Apa Itu Riba Fadhl?

Fadhl memiliki arti kelebihan. Riba fadhl adalah kelebihan yang diberikan saat melakukan transaksi jual beli barang ribawi.

Untuk memahami riba Fadhl ada baiknya Anda mengetahui terlebih dahulu mengenai jenis-jenis riba dan barang ribawi.

Baca juga: 6 Jenis Barang Ribawi Yang Perlu Anda Tahu!

Berdasarkan sebab terjadinya riba, para Ulama membaginya menjadi dua jenis, yaitu riba karena utang-piutang (riba qard) dan riba pada saat transaksi.

Riba Fadhl adalah salah satu jenis riba yang terjadi saat transaksi jual beli selain riba nasiah. Tentunya tidak semua barang, hanya beberapa barang yang termasuk barang ribawi saja. Seperti emas, perak, kurma, gandum halus, gandum kasar, dan garam.

Contoh Riba Fadhl

Ada beberapa transaksi yang mengandung unsur riba fadhl, seperti:

  1. Tukar menukar emas, misalnya emas 24 karat sebanyak 3 gram ditukar dengan emas 20 karat sebanyak 5 gram. Adanya kelebihan 2 gram ini termasuk riba fadhl.
  2. Tukar menukar beras, misalnya beras pandan wangi sebanyak 10 kg ditukar dengan 12 kg beras setra ramos.
  3. Tukar menukar uang recehan saat lebaran. Misalnya satu lembar uang pecahan 100.000 ditukar dengan sembilan lembar uang 10.000. Selisih 10.000 tersebut termasuk riba fadl.

Hukum Riba Fadhl

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama mengenai hukum Riba Fadhl. Ada beberapa ulama yang membolehkan. Dengan alasan bahwa riba fadhl itu tidak ada. Hal ini didasarkan pada hadis:

Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“ Tidak ada riba kecuali riba nasiah.” (HR. Bukhari 2179, Ahmad 21762 dan yang lainnya)

Para ulama yang berpendapat bahwa riba fadhl itu tidak ada adalah Ibnu Abbas, Zaid bin Arqamm al-Barra’ bin Azib, dan Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhum.

Sayangnya pendapat ini dinilai lemah oleh ulama lainnya dengan beberapa pertimbangan:

1. Ibnu Abbas Telah Menarik Pendapatnya

Berdasarkan riwayat shahih Muslim (no.4172) menyebutkan bahwa Abu Said al-Khudri pernah bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai pendapatnya. Didapati bahwa Ibnu Abbas telah menarik pendapatnya. Sehingga banyak ulama yang sepakat bahwa Riba Fadhl hukumnya haram.

Hal senada juga disampaikan pada sunan al-Kubro dari al-Baihaqi, bahwa:

Dari Abul Jauza, beliau menceritakan,

Aku menjadi pembantu Ibnu Abbas 9 tahun. Suatu ketika datang seseorang dan menanyakan, transaksi 1 dirham ditukar dengan 2 dirham. Spontan Ibnu Abbas melarangnya dan mengatakan,

“Orang ini memintaku agar aku memberi makan riba.”

Orang-orang disekitarnya berkomentar, ‘Kami biasa melakukan ini berdasarkan fatwa Anda.’

Kemudian Ibnu Abbas mengatakan,

Dulu aku memfatwakan demikian, hingga aku mendengar hadis dari Abu Said dan Ibnu Umar, bahwa Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya. Dan akupun melarang kalian melakukan itu. (Sunan al-Kubro 102280).

Riwayat tersebut secara tegas menyebutkan bahwa Ibnu Abbas telah menarik pendapatnya yang membolehkan Riba Fadhl.

Ada banyak riwayat lainnya yang menunjukan bahwa Ibnu Abbas sepakat dengan pendapat bahwa riba ini bernilai hukum haram. Berikut beberapa diantaranya:

Seorang ulama tabi’in as-Sya’bi menyatakan bahwa:

Ada belasan murid Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang menyampaikan kepadaku beberapa informasi. Informasinya bahwa Ibnu Abbas telah menarik kembali fatwanya. Beliau mengatakan, “Riba Fadhl haram.’ (al-Mabsuth, as-Sarkhasi, 14/9)

Keterangan yang serupa datang dari Jabir bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, bahwa:

Ketika Ibnu Abbas meninggal dunia, beliau telah menarik kembali pendapatnya tentang riba fadhl dan nikah mut’ah. (al-Mabsuth. as-Sarkhasi, 14/9)

2. Transaksi 2 Barang Ribawi yang Sejenis Harus Sama Jumlahnya dan Dilakukan Tunai

Para ulama memaknai sabda nabi shallahu ‘alaihi wa sallam “tidak ada riba kecuali riba nasiah” hanya berlaku untuk transaksi 2 jenis barang ribawi yang berbeda, misalnya emas dengan perak. Masih dibolehkan jika jumlah barang ribawi yang dipertukarkan berbeda, asalkan dilakukan secara tunai. Jika tidak tunai maka termasuk kategori riba nasiah.

Berbeda halnya jika barang ribawi yang pertukarkan sejenis, misalnya emas dengan emas. Jumlahnya harus sama dan dilakukan secara tunai. Jika tidak terpenuhi salah satunya maka termasuk kategori riba fadhl.

Hal tersebut diperkuat oleh tafsir As-Syinqithi yang menyebutkan bahwa,

Maksud Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam dengan boleh adanya kelebihan (fadhl) dan larangan ada penundaan seperti yang diriwayatkan dari Usamah, al-Barra’ dan Zaid bin Arqam adalah untuk transaksi dua jenis barang ribawi yang berbeda. Dengan dalil adanya banyak riwayat shahih yang menegaskan bahwa tukar menukar dua jenis yang berbeda itulah yang dibolehkan adanya kelebihan. Namun jika satu jenis, tidak boleh ada kelebihan. (Adhwaul-Bayan, 1/161).

Keterangan yang serupa disampaikan Ibnu Qudamah,

Sabda Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak ada riba kecuali riba nasiah dipahami untuk transaksi tukar menukar yang tidak sejenis. Sementara riba fadhl hanya diharamkan untuk yang satu jenis, untuk jenis makanan yang ditimbang atau ditakar, meskipun sedikit, seperti tukar menukar 1 biji kurma dengan 2 biji kurma. (as-Syarh al-Kabir, 4/124).

3. Ijma Mengharamkan Riba Fadhl

Terdapat ijma yang mengharamkan riba fadl, hal ini disampaikan oleh As-Syinqithi dalam Adhwa-ul Bayan,

Dinyatakan oleh beberapa ulama adanya ijma’ mengenai haramnya riba fadhl. (Adhwa-ul Bayab, 1/161).

Berdasarkan beberapa poin di atas maka bisa disimpulkan bahwa riba fadhl hukumnya haram.

Ketentuan Riba Fadhl

Ada beberapa catatan mengenai riba fadhl yang perlu diketahui:

  • Riba fadhl hanya berlaku pada transaksi barang ribawi sejenis dan terdapat kelebihan saat transaksi tersebut dilakukan. Misalnya emas 24 karat sebanyak 3 gram ditukar dengan emas 20 karat sebanyak 5 gram.
  • Riba fadhl tidak berlaku pada transaksi barang non ribawi. Misalnya 2 smartphone bekas ditukar dengan 1 smartphone baru. Meski barangnya serupa dan terdapat kelebihan saat transaksi berlangsung, hal tersebut tidak tergolong riba fadl.

Transaksi barang ribawi yang berbeda jenis boleh terdapat kelebihan. Misalnya 1 gram emas ditukar dengan 20 gram perak. Hanya saja transaksi tersebut harus dilakukan secara tunai, tidak boleh ditunda. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

Jika benda yang dibarterkan berbeda maka takarannya boleh sesuka hati kalian asalkan tunai.

Menurut Ibnu Qudamah dalam kitabnya as-Syarh al-Kabir, ulama sepakat bahwa riba fadhl hanya berlaku pada transaksi barang ribawi sejenis.

Ulama sepakat bahwa riba Fadhl tidak berlaku kecuali untuk yang satu jenis. (as-Syarh al-Kabir, 4/124)

  • Kualitas barang ribawi yang dipertukarkan tidak diperhitungkan. Meskipun kualitasnya berbeda, jumlah yang ditukarkan harus sama. Misalnya emas 24 karat sebanyak 3 gram ditukar dengan emas 20 karat jumlahnya harus 3 gram juga.

Hal ini bisa dilihat dari kisah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melarang sahabat melakukan pertukaran kurma beda kuantitas karena beda kualitas.

Ketika itu beliau menunjuk orang untuk menarik zakat hasil pertanian di Khaibar. Ternyata kurma yang dibawa orang ini memiliki kualitas yang sangat bagus. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun kemudian bertanya,

“Apakah semua kurma Khaibar seperti ini?” Jawab sahabat, “Tidak, ya Rasulullah. Tapi kami menukar 1 sha’ kurma bagus ini dengan 2 sha’ kurma yang kualitas rendah.”

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya. (HR.Bukhari 2201 dan Muslim 4166)

Hikmah Larangan Riba Fadhl

Adanya larangan melakukan riba fadhl tentu memiliki hikmah, salah satunya adalah mencegah terjadinya perbuatan haram saat melakukan transaksi (saddud dzari’ah). Konsumen bisa terlindungi dari kemungkinan tindakan penipuan dari pedagang. Juga menutup celah bagi pedagang untuk melakukan penipuan.

Contoh kasusnya ketika tukar menukar emas. Ketika si A belum paham tentang emas, kemudian mendatangi pedagang. Bisa saja jumlah yang ditukarkan tidak sama, misalnya 3 gram dari A ditukar dengan 2 gram dari pedagang. Meski kadarnya berbeda, keduanya sama-sama emas, memiliki manfaat yang hampir sama.

Berdasarkan kitab al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah yang berisi pendapat 4 Madzhab disebutkan bahwa:

Riba Fadhl diharamkan untuk menghindari adanya upaya pembodohan terhadap mereka yang kurang cerdas, sehingga sebagian orang yang nakal mengelabuhi, segantang gandum ini setara dengan 3 gantang gandum jenis itu, karena lebih berkualitas. Atau cincin emas berukiran ini senilai dengan dua kali berat emas yang tidak diukir. Dan ini penipuan terhadap masyarakat, dan jelas membahayakan mereka. (al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, 2/174).

Selain itu, ada hikmah lain yang bisa diambil dari pelarangan riba fadhl. Menurut Ibnu Qoyim, pelarangan riba ini bisa mencegah terjadinya riba Nasiah.

Mereka dilarang melakukan riba fadhl, karena dikhawatirkan akan melakukan riba nasiah. Ketika 1 dirham ditukar dengan 2 dirham. Dan itu terjadi hanya karena perbedaan kualitas dan kadar. Sehingga menghasilkan keuntungan sekarang ditukar dengan keuntungan tertunda. Dan itulah riba nasiah. Dan ini celah yang sangat dekat. Sehingga diantara hikmah mereka dilarang melakukan riba fadhl adalah untuk menutup pintu mafsadah. (I’lamil Muwaqqi’in, 2/156).

Solusi Riba Fadhl

Islam selalu memiliki solusi untuk menjawab setiap permasalahan dalam hidup. Meski riba fadhl dilarang, namun ada solusi yang bisa kita ambil. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mencontohkan hal ini ketika menarik zakat pertanian dari Khaibar.

Saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjuk sahabat untuk menarik zakat pertanian dari Khaibar. Ternyata didapati bahwa sahabat ini membawa kurma dengan kualitas yang sangat bagus. Lalu Beliau pun bertanya,

“Apakah semua kurma Khaibar seperti ini?”

Lalu sahabat pun menjawab, “Tidak ya Rasulullah. Tapi kami menukar 1 sha’ kurma bagus ini dengan 2 sha’ kurma berkualitas rendah.”

Mendengar hal ini maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang tindakan sahabat dan memberinya solusi.

Jangan kamu lakukan itu, jual kurma jamu’ (yang kuran bagus) untuk mendapatkan dirham. Kemudian beli kurma janib (yang bagus) dengan dirham itu. (HR. Bukhari 2201 dan Muslim 4166)

Berdasarkan hal tersebut maka bisa kita ambil kesimpulan bahwa untuk menghindari riba fadhl saat melakukan tukar menukar barang ribawi, sebaiknya dikonversi terlebih dahulu ke uang.

Misalnya ketika ingin menukarkan emas 24 karat dengan emas 18 karat, maka sebaiknya kita menjual terlebih dahulu emas 24 karat. Lalu uang hasil penjualannya dibelikan emas 18 karat yang kita inginkan.

Solusi Riba Fadhl

Referensi:

Nur Baits, Ammi. 2020. Ada Apa Dengan Riba?. Jogjakarta: Pustaka Muamalah Jogja.

Kategori: ,
Article written by Hasannudin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LOGO resmi SHARIA GREEN LAND
Sharia Green Land merupakan Developer Properti yang telah berdiri sejak 12 Februari 2015. Memiliki visi besar untuk membangun kawasan islami bagi masyarakat muslim. Tidak hanya menyediakan hunian untuk tempat tinggal. Namun juga kawasan islami diharapkan mampu memberikan ketenangan hati. Karena rumah lebih dari sekedar tempat tinggal.
Kenali Lebih Jauh

Mau mendapatkan informasi mengenai tulisan terupdate?

Silahkan isi form di bawah