Riba Fadhl salah satu jenis riba yang mungkin tidak begitu populer. Namun jika kita telusuri lebih jauh, jenis riba ini sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya saat melakukan transaksi jual beli.
Fadhl memiliki arti kelebihan. Riba fadhl adalah kelebihan yang diberikan saat melakukan transaksi jual beli barang ribawi.
Untuk memahami riba Fadhl ada baiknya Anda mengetahui terlebih dahulu mengenai jenis-jenis riba dan barang ribawi.
Baca juga: 6 Jenis Barang Ribawi Yang Perlu Anda Tahu!
Berdasarkan sebab terjadinya riba, para Ulama membaginya menjadi dua jenis, yaitu riba karena utang-piutang (riba qard) dan riba pada saat transaksi.
Riba Fadhl adalah salah satu jenis riba yang terjadi saat transaksi jual beli selain riba nasiah. Tentunya tidak semua barang, hanya beberapa barang yang termasuk barang ribawi saja. Seperti emas, perak, kurma, gandum halus, gandum kasar, dan garam.
Ada beberapa transaksi yang mengandung unsur riba fadhl, seperti:
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama mengenai hukum Riba Fadhl. Ada beberapa ulama yang membolehkan. Dengan alasan bahwa riba fadhl itu tidak ada. Hal ini didasarkan pada hadis:
Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Para ulama yang berpendapat bahwa riba fadhl itu tidak ada adalah Ibnu Abbas, Zaid bin Arqamm al-Barra’ bin Azib, dan Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhum.
Sayangnya pendapat ini dinilai lemah oleh ulama lainnya dengan beberapa pertimbangan:
Berdasarkan riwayat shahih Muslim (no.4172) menyebutkan bahwa Abu Said al-Khudri pernah bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai pendapatnya. Didapati bahwa Ibnu Abbas telah menarik pendapatnya. Sehingga banyak ulama yang sepakat bahwa Riba Fadhl hukumnya haram.
Hal senada juga disampaikan pada sunan al-Kubro dari al-Baihaqi, bahwa:
Dari Abul Jauza, beliau menceritakan,
Aku menjadi pembantu Ibnu Abbas 9 tahun. Suatu ketika datang seseorang dan menanyakan, transaksi 1 dirham ditukar dengan 2 dirham. Spontan Ibnu Abbas melarangnya dan mengatakan,
“Orang ini memintaku agar aku memberi makan riba.”
Orang-orang disekitarnya berkomentar, ‘Kami biasa melakukan ini berdasarkan fatwa Anda.’
Kemudian Ibnu Abbas mengatakan,
Dulu aku memfatwakan demikian, hingga aku mendengar hadis dari Abu Said dan Ibnu Umar, bahwa Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya. Dan akupun melarang kalian melakukan itu. (Sunan al-Kubro 102280).
Riwayat tersebut secara tegas menyebutkan bahwa Ibnu Abbas telah menarik pendapatnya yang membolehkan Riba Fadhl.
Ada banyak riwayat lainnya yang menunjukan bahwa Ibnu Abbas sepakat dengan pendapat bahwa riba ini bernilai hukum haram. Berikut beberapa diantaranya:
Seorang ulama tabi’in as-Sya’bi menyatakan bahwa:
Keterangan yang serupa datang dari Jabir bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, bahwa:
Para ulama memaknai sabda nabi shallahu ‘alaihi wa sallam “tidak ada riba kecuali riba nasiah” hanya berlaku untuk transaksi 2 jenis barang ribawi yang berbeda, misalnya emas dengan perak. Masih dibolehkan jika jumlah barang ribawi yang dipertukarkan berbeda, asalkan dilakukan secara tunai. Jika tidak tunai maka termasuk kategori riba nasiah.
Berbeda halnya jika barang ribawi yang pertukarkan sejenis, misalnya emas dengan emas. Jumlahnya harus sama dan dilakukan secara tunai. Jika tidak terpenuhi salah satunya maka termasuk kategori riba fadhl.
Hal tersebut diperkuat oleh tafsir As-Syinqithi yang menyebutkan bahwa,
Keterangan yang serupa disampaikan Ibnu Qudamah,
Terdapat ijma yang mengharamkan riba fadl, hal ini disampaikan oleh As-Syinqithi dalam Adhwa-ul Bayan,
Dinyatakan oleh beberapa ulama adanya ijma’ mengenai haramnya riba fadhl. (Adhwa-ul Bayab, 1/161).
Berdasarkan beberapa poin di atas maka bisa disimpulkan bahwa riba fadhl hukumnya haram.
Ada beberapa catatan mengenai riba fadhl yang perlu diketahui:
Transaksi barang ribawi yang berbeda jenis boleh terdapat kelebihan. Misalnya 1 gram emas ditukar dengan 20 gram perak. Hanya saja transaksi tersebut harus dilakukan secara tunai, tidak boleh ditunda. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Jika benda yang dibarterkan berbeda maka takarannya boleh sesuka hati kalian asalkan tunai.
Menurut Ibnu Qudamah dalam kitabnya as-Syarh al-Kabir, ulama sepakat bahwa riba fadhl hanya berlaku pada transaksi barang ribawi sejenis.
Ulama sepakat bahwa riba Fadhl tidak berlaku kecuali untuk yang satu jenis. (as-Syarh al-Kabir, 4/124)
Hal ini bisa dilihat dari kisah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melarang sahabat melakukan pertukaran kurma beda kuantitas karena beda kualitas.
Ketika itu beliau menunjuk orang untuk menarik zakat hasil pertanian di Khaibar. Ternyata kurma yang dibawa orang ini memiliki kualitas yang sangat bagus. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun kemudian bertanya,
“Apakah semua kurma Khaibar seperti ini?” Jawab sahabat, “Tidak, ya Rasulullah. Tapi kami menukar 1 sha’ kurma bagus ini dengan 2 sha’ kurma yang kualitas rendah.”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya. (HR.Bukhari 2201 dan Muslim 4166)
Adanya larangan melakukan riba fadhl tentu memiliki hikmah, salah satunya adalah mencegah terjadinya perbuatan haram saat melakukan transaksi (saddud dzari’ah). Konsumen bisa terlindungi dari kemungkinan tindakan penipuan dari pedagang. Juga menutup celah bagi pedagang untuk melakukan penipuan.
Contoh kasusnya ketika tukar menukar emas. Ketika si A belum paham tentang emas, kemudian mendatangi pedagang. Bisa saja jumlah yang ditukarkan tidak sama, misalnya 3 gram dari A ditukar dengan 2 gram dari pedagang. Meski kadarnya berbeda, keduanya sama-sama emas, memiliki manfaat yang hampir sama.
Berdasarkan kitab al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah yang berisi pendapat 4 Madzhab disebutkan bahwa:
Selain itu, ada hikmah lain yang bisa diambil dari pelarangan riba fadhl. Menurut Ibnu Qoyim, pelarangan riba ini bisa mencegah terjadinya riba Nasiah.
Mereka dilarang melakukan riba fadhl, karena dikhawatirkan akan melakukan riba nasiah. Ketika 1 dirham ditukar dengan 2 dirham. Dan itu terjadi hanya karena perbedaan kualitas dan kadar. Sehingga menghasilkan keuntungan sekarang ditukar dengan keuntungan tertunda. Dan itulah riba nasiah. Dan ini celah yang sangat dekat. Sehingga diantara hikmah mereka dilarang melakukan riba fadhl adalah untuk menutup pintu mafsadah. (I’lamil Muwaqqi’in, 2/156).
Islam selalu memiliki solusi untuk menjawab setiap permasalahan dalam hidup. Meski riba fadhl dilarang, namun ada solusi yang bisa kita ambil. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mencontohkan hal ini ketika menarik zakat pertanian dari Khaibar.
Saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjuk sahabat untuk menarik zakat pertanian dari Khaibar. Ternyata didapati bahwa sahabat ini membawa kurma dengan kualitas yang sangat bagus. Lalu Beliau pun bertanya,
“Apakah semua kurma Khaibar seperti ini?”
Lalu sahabat pun menjawab, “Tidak ya Rasulullah. Tapi kami menukar 1 sha’ kurma bagus ini dengan 2 sha’ kurma berkualitas rendah.”
Mendengar hal ini maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang tindakan sahabat dan memberinya solusi.
Jangan kamu lakukan itu, jual kurma jamu’ (yang kuran bagus) untuk mendapatkan dirham. Kemudian beli kurma janib (yang bagus) dengan dirham itu. (HR. Bukhari 2201 dan Muslim 4166)
Berdasarkan hal tersebut maka bisa kita ambil kesimpulan bahwa untuk menghindari riba fadhl saat melakukan tukar menukar barang ribawi, sebaiknya dikonversi terlebih dahulu ke uang.
Misalnya ketika ingin menukarkan emas 24 karat dengan emas 18 karat, maka sebaiknya kita menjual terlebih dahulu emas 24 karat. Lalu uang hasil penjualannya dibelikan emas 18 karat yang kita inginkan.
Referensi:
Nur Baits, Ammi. 2020. Ada Apa Dengan Riba?. Jogjakarta: Pustaka Muamalah Jogja.
Riba Fadhl salah satu jenis riba yang mungkin tidak begitu populer. Namun jika kita telusuri lebih jauh, jenis riba ini sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya saat melakukan transaksi jual beli.
Fadhl memiliki arti kelebihan. Riba fadhl adalah kelebihan yang diberikan saat melakukan transaksi jual beli barang ribawi.
Untuk memahami riba Fadhl ada baiknya Anda mengetahui terlebih dahulu mengenai jenis-jenis riba dan barang ribawi.
Baca juga: 6 Jenis Barang Ribawi Yang Perlu Anda Tahu!
Berdasarkan sebab terjadinya riba, para Ulama membaginya menjadi dua jenis, yaitu riba karena utang-piutang (riba qard) dan riba pada saat transaksi.
Riba Fadhl adalah salah satu jenis riba yang terjadi saat transaksi jual beli selain riba nasiah. Tentunya tidak semua barang, hanya beberapa barang yang termasuk barang ribawi saja. Seperti emas, perak, kurma, gandum halus, gandum kasar, dan garam.
Ada beberapa transaksi yang mengandung unsur riba fadhl, seperti:
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama mengenai hukum Riba Fadhl. Ada beberapa ulama yang membolehkan. Dengan alasan bahwa riba fadhl itu tidak ada. Hal ini didasarkan pada hadis:
Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Para ulama yang berpendapat bahwa riba fadhl itu tidak ada adalah Ibnu Abbas, Zaid bin Arqamm al-Barra’ bin Azib, dan Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhum.
Sayangnya pendapat ini dinilai lemah oleh ulama lainnya dengan beberapa pertimbangan:
Berdasarkan riwayat shahih Muslim (no.4172) menyebutkan bahwa Abu Said al-Khudri pernah bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai pendapatnya. Didapati bahwa Ibnu Abbas telah menarik pendapatnya. Sehingga banyak ulama yang sepakat bahwa Riba Fadhl hukumnya haram.
Hal senada juga disampaikan pada sunan al-Kubro dari al-Baihaqi, bahwa:
Dari Abul Jauza, beliau menceritakan,
Aku menjadi pembantu Ibnu Abbas 9 tahun. Suatu ketika datang seseorang dan menanyakan, transaksi 1 dirham ditukar dengan 2 dirham. Spontan Ibnu Abbas melarangnya dan mengatakan,
“Orang ini memintaku agar aku memberi makan riba.”
Orang-orang disekitarnya berkomentar, ‘Kami biasa melakukan ini berdasarkan fatwa Anda.’
Kemudian Ibnu Abbas mengatakan,
Dulu aku memfatwakan demikian, hingga aku mendengar hadis dari Abu Said dan Ibnu Umar, bahwa Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya. Dan akupun melarang kalian melakukan itu. (Sunan al-Kubro 102280).
Riwayat tersebut secara tegas menyebutkan bahwa Ibnu Abbas telah menarik pendapatnya yang membolehkan Riba Fadhl.
Ada banyak riwayat lainnya yang menunjukan bahwa Ibnu Abbas sepakat dengan pendapat bahwa riba ini bernilai hukum haram. Berikut beberapa diantaranya:
Seorang ulama tabi’in as-Sya’bi menyatakan bahwa:
Keterangan yang serupa datang dari Jabir bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, bahwa:
Para ulama memaknai sabda nabi shallahu ‘alaihi wa sallam “tidak ada riba kecuali riba nasiah” hanya berlaku untuk transaksi 2 jenis barang ribawi yang berbeda, misalnya emas dengan perak. Masih dibolehkan jika jumlah barang ribawi yang dipertukarkan berbeda, asalkan dilakukan secara tunai. Jika tidak tunai maka termasuk kategori riba nasiah.
Berbeda halnya jika barang ribawi yang pertukarkan sejenis, misalnya emas dengan emas. Jumlahnya harus sama dan dilakukan secara tunai. Jika tidak terpenuhi salah satunya maka termasuk kategori riba fadhl.
Hal tersebut diperkuat oleh tafsir As-Syinqithi yang menyebutkan bahwa,
Keterangan yang serupa disampaikan Ibnu Qudamah,
Terdapat ijma yang mengharamkan riba fadl, hal ini disampaikan oleh As-Syinqithi dalam Adhwa-ul Bayan,
Dinyatakan oleh beberapa ulama adanya ijma’ mengenai haramnya riba fadhl. (Adhwa-ul Bayab, 1/161).
Berdasarkan beberapa poin di atas maka bisa disimpulkan bahwa riba fadhl hukumnya haram.
Ada beberapa catatan mengenai riba fadhl yang perlu diketahui:
Transaksi barang ribawi yang berbeda jenis boleh terdapat kelebihan. Misalnya 1 gram emas ditukar dengan 20 gram perak. Hanya saja transaksi tersebut harus dilakukan secara tunai, tidak boleh ditunda. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Jika benda yang dibarterkan berbeda maka takarannya boleh sesuka hati kalian asalkan tunai.
Menurut Ibnu Qudamah dalam kitabnya as-Syarh al-Kabir, ulama sepakat bahwa riba fadhl hanya berlaku pada transaksi barang ribawi sejenis.
Ulama sepakat bahwa riba Fadhl tidak berlaku kecuali untuk yang satu jenis. (as-Syarh al-Kabir, 4/124)
Hal ini bisa dilihat dari kisah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melarang sahabat melakukan pertukaran kurma beda kuantitas karena beda kualitas.
Ketika itu beliau menunjuk orang untuk menarik zakat hasil pertanian di Khaibar. Ternyata kurma yang dibawa orang ini memiliki kualitas yang sangat bagus. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun kemudian bertanya,
“Apakah semua kurma Khaibar seperti ini?” Jawab sahabat, “Tidak, ya Rasulullah. Tapi kami menukar 1 sha’ kurma bagus ini dengan 2 sha’ kurma yang kualitas rendah.”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya. (HR.Bukhari 2201 dan Muslim 4166)
Adanya larangan melakukan riba fadhl tentu memiliki hikmah, salah satunya adalah mencegah terjadinya perbuatan haram saat melakukan transaksi (saddud dzari’ah). Konsumen bisa terlindungi dari kemungkinan tindakan penipuan dari pedagang. Juga menutup celah bagi pedagang untuk melakukan penipuan.
Contoh kasusnya ketika tukar menukar emas. Ketika si A belum paham tentang emas, kemudian mendatangi pedagang. Bisa saja jumlah yang ditukarkan tidak sama, misalnya 3 gram dari A ditukar dengan 2 gram dari pedagang. Meski kadarnya berbeda, keduanya sama-sama emas, memiliki manfaat yang hampir sama.
Berdasarkan kitab al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah yang berisi pendapat 4 Madzhab disebutkan bahwa:
Selain itu, ada hikmah lain yang bisa diambil dari pelarangan riba fadhl. Menurut Ibnu Qoyim, pelarangan riba ini bisa mencegah terjadinya riba Nasiah.
Mereka dilarang melakukan riba fadhl, karena dikhawatirkan akan melakukan riba nasiah. Ketika 1 dirham ditukar dengan 2 dirham. Dan itu terjadi hanya karena perbedaan kualitas dan kadar. Sehingga menghasilkan keuntungan sekarang ditukar dengan keuntungan tertunda. Dan itulah riba nasiah. Dan ini celah yang sangat dekat. Sehingga diantara hikmah mereka dilarang melakukan riba fadhl adalah untuk menutup pintu mafsadah. (I’lamil Muwaqqi’in, 2/156).
Islam selalu memiliki solusi untuk menjawab setiap permasalahan dalam hidup. Meski riba fadhl dilarang, namun ada solusi yang bisa kita ambil. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mencontohkan hal ini ketika menarik zakat pertanian dari Khaibar.
Saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjuk sahabat untuk menarik zakat pertanian dari Khaibar. Ternyata didapati bahwa sahabat ini membawa kurma dengan kualitas yang sangat bagus. Lalu Beliau pun bertanya,
“Apakah semua kurma Khaibar seperti ini?”
Lalu sahabat pun menjawab, “Tidak ya Rasulullah. Tapi kami menukar 1 sha’ kurma bagus ini dengan 2 sha’ kurma berkualitas rendah.”
Mendengar hal ini maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang tindakan sahabat dan memberinya solusi.
Jangan kamu lakukan itu, jual kurma jamu’ (yang kuran bagus) untuk mendapatkan dirham. Kemudian beli kurma janib (yang bagus) dengan dirham itu. (HR. Bukhari 2201 dan Muslim 4166)
Berdasarkan hal tersebut maka bisa kita ambil kesimpulan bahwa untuk menghindari riba fadhl saat melakukan tukar menukar barang ribawi, sebaiknya dikonversi terlebih dahulu ke uang.
Misalnya ketika ingin menukarkan emas 24 karat dengan emas 18 karat, maka sebaiknya kita menjual terlebih dahulu emas 24 karat. Lalu uang hasil penjualannya dibelikan emas 18 karat yang kita inginkan.
Referensi:
Nur Baits, Ammi. 2020. Ada Apa Dengan Riba?. Jogjakarta: Pustaka Muamalah Jogja.