Menyayangi, bermurah hati, dan rendah hati kepada tetangga merupakan salah satu wujud memuliakan tetangga. Sifat ini akan menyuburkan persaudaraan dan kasih sayang, serta mendorong seseorang untuk melindungi, menghormati, dan memuliakan orang lemah dan miskin. Di sisi yang lain, sifat-sifat itu akan menyelamatkan orang-orang yang kuat-baik harta maupun kekuasaan-dari sifat takabur, alim, dan sewenang-wenang. Sifat seperti ini sudah seharusnya dikembangkan dalam kehidupan bertetangga.
Sikap menyayangi, bermurah hati, dan tidak menyombongkan diri di hadapan tetangga, terutama tetangga yang lemah, miskin, dan anak-anak yatim, hanya tahir dari orang-orang yang memiliki budi pekerti agung. Sebaliknya, sifat sombong, tidak peduli, dan meremehkan orang-orang lemah, hanya dimiliki orang-orang tidak berbudi pekerti, angkuh dan keras hati.
Menyayangi, merendahkan diri, dan bermurah hati kepada orang lain mengantarkan seseorang pada kedudukan mulia dan tinggi. Sebaliknya, sikap kasar, sombong dan suka menganiaya orang lain akan menjatuhkan siapa saja ke dalam kehinaan dan dosa.
Di banyak ayat, al-Qur’an mendorong kaum Muslim untuk memiliki sikap rendah hati dan tidak menyombongkan diri di hadapan orang-orang lemah. Allah SWT. berfirman:
Menurut Imam lbnu Katsir, mereka yang mendustakan agama adalah orang yang suka menghardik anak yatim, merampas haknya, tidak memberinya makan, dan tidak berbuat baik kepada mereka. Sedangkan yang dimaksud dengan orang miskin pada ayat itu adalah orang faqir yang tidak memiliki apapun untuk memenuhi kebutuhannya (lbnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, surat al-Maun).
Imam Qurthubiy menjelaskan, bahwa para ulama berbeda pendapat kepada siapa ayat ini turun. Abu Shalih menuturkan sebuah riwayat dari lbnu ‘Abbas, bahwa ayat ini diturunkan kepada al-‘Ash bin Wail al-Sahmiy. Pendapat ini juga dipegang oleh al-Kalbiy dan Muqatil. Al-Dlahak berpendapat bahwa ayat ini turun berkenaan dengan seorang laki dari kalangan orang-orang munafiq. Al-suddiy menyatakan, bahwa ayat ini turun berkaitan dengan al-Walid bin al-Mughirah. Sebagian ulama lain berpendapat bahwa ayat ini turun berhubungan dengan Abu Jahal. Menurut lbnu Juraij, ayat ini diturunkan pada Abu Sufyan, dimana setiap minggu ia menyembelih kambing atau onta. Kemudian anak – anak yatim meminta bagian kepadanya, akan tetapi, ia menghardik mereka dengan tongkatnya. Selanjutnya, Allah SWT. menurunkan ayat ini (Imam Qurthubiy, Talsir Qurthtubiy, Surat al-Maun).
Baca juga: Cara Memuliakan Tetangga #1: Gemar Memberi Kepada Tetangga
Di dalam ayat lain, Allah SWT. berfirman:
Abu Hurairah ra berkata,”Rasulullah SAW. bersabda:
Orang yang menanggung anak yatim, yang memiliki hubungan kerabatan maupun orang lain yang tidak memiliki hubungan kekerabatan, maka saya dan orang itu berada di surga seperti dua jari ini. (Perawi hadits ini adalah Malik bin Anas).
Ia mengatakan bahwa
Beliau SAW. mengisyaratkan dengan dua jari telunjuk dan jari tengah.)
(HR. Imam Bukhari)
Dalam riwayat lain dikisahkan, bahwa Rasulullah SAW. berkata:
Orang-orang yang mengurusi janda dan orang miskin bagaikan orang yang berjuang dijalan Allah. “Kalau tidak salah Beliau bersabda pula, “Bagaikan orang yang selalu shalat malam tanpa pernah letih, dan seperti orang yang puasa yang tidak pernah berbuka. (HR.Imam Bukhari dan Muslim).
Rasulullah SAW. memerintahkan umatnya untuk rendah hati (tawadlu’) dan tidak sombong. Dari lyadl bin Himar ra berkata, “Rasulullah SAW. bersabda:
Sesungguhnya Allah telah memberi wahyu kepadaku, yaitu kami sekalian hendaknya bersikap rendah hati (tawadlu’), sehingga tidak ada seseorang yang bersikap sombong kepada yang lain, dan tidak ada seseorang yang menganiaya yang lain. (HR. Imam Muslim)
Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda :
Tiadalah sedekah itu mengurangi harta dan tidaklah Allah menambahkan kepada seseorang yang suka memaafkan melainkan kemuliaan dan tiadalah seseorang yang merendahkan diri karena Allah, kecuali Allah akan mengangkat derajatnya. (HR. Imam Muslim).
Sifat pemurah, rendah hati, dan tidak berlaku aniaya kepada orang-orang lemah selayaknya dikembangkan dalam kehidupan bertetangga. Sifat ini selain akan menyuburkan rasa kasih sayang, juga menumbuhkan optimisme dan ketahanan hidup. Sebab, orang lemah selalu optimis menghadapi kehidupan, dikarenakan ada orang yang selalu memperhatikan dan siap sedia membantu dirinya. Di sisi yang lain, orang yang kuat semakin menyadari kelemahan dan kekurangannya, hingga ia siap sedia menolong tetangganya.
Baca juga: Fiqih Bertetangga : Keutamaan Memuliakan Tetangga
Seorang Muslim yang baik selalu memperhatikan tetangganya, khususnya yang lemah dan miskin. Jika memiliki kelebihan makanan, ia tidak segan-segan untuk berbagi. Dirinya merasa berdosa, jika di dalam rumahnya berlimpah makanan, sedangkan tetangganya menahan rasa lapar. Ia merasa berdosa dan sedih jika tetangganya hidup serba kekurangan, sedangkan ia tidak pernah memberikan bantuan kepada mereka, padahal ia hidup serba kecukupan. Perhatikan sabda Rasulullah SAW.:
Bukan orang yang beriman, siapa saja yang kenyang sedangkan tetangganya dalam keadaan lapar (HR. Imam Imam Bukhari dari Ibnu ‘Abbas dari Ibnu Zubair ra).
Jika seseorang mengadakan pesta (walimah), hendaknya tetangga-tetangga yang miskin dan lemah turut diundang agar mereka bisa menikmati hidangan walimah. Rasulullah SAW. bersabda:
Sejelek – jelek makanan yaitu makanan walimah (pesta), dimana orang yang membutuhkan makanan itu tidak diundang, sedangkan orang yang tidak membutuhkannya malah diundang. (HR. Imam Muslim)
Dalam riwayat lain disebutkan :
Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah, dimana yang yang diundang hanyalah orang-orang kaya, sedangkan orang-orang yang miskin tidak diundangnya. (HR. Imam Bukhari dan Muslim).
Hendaknya tetangga yang kaya dan kuat menyadari bahwa rizki yang Allah anugerahkan kepada dirinya dikarenakan adanya orang – orang lemah di sekitar dirinya. Dalam sebuah riwayat Rasulullah SAW. bersabda,
Kumpulkanlah untuk saya orang-orang yang lemah. Sebab, sesungguhnya kamu mendapatkan pertolongan dan rizki berkat adanya orang-orang lemah yang ada di sekitarmu (HR. Abu Dawud)
Sebaliknya, Allah SWT. dan RasulNya mencela orang kikir yang enggan bersedekah. Allah SWT. berfirman
Adapun orang yang kikir dan merasa dirinya kaya, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya jalan yang sukar. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa (QS Al Lail:8-11).
Barangsiapa terpelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka adalah orang-orong yang beruntung (QS Al Taghabun:16).
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW. bersabda:
Takutlah kamu sekalian akan kekikiran. Sebab, kekikiran itu telah membinasakan orang-orang sebelum kamu, dimana mereka terdorong untuk menumpahkan darah dan menghalalkan apa-apa yang telah diharamkan (HR. Imam Muslim).
Daftar Pustaka
Syamsuddin Ramadlan an-Nawiy, Fathiy (2018). Fiqih Bertetangga. Bogor: Al Azhar Fresh Zone Publishing.
Menyayangi, bermurah hati, dan rendah hati kepada tetangga merupakan salah satu wujud memuliakan tetangga. Sifat ini akan menyuburkan persaudaraan dan kasih sayang, serta mendorong seseorang untuk melindungi, menghormati, dan memuliakan orang lemah dan miskin. Di sisi yang lain, sifat-sifat itu akan menyelamatkan orang-orang yang kuat-baik harta maupun kekuasaan-dari sifat takabur, alim, dan sewenang-wenang. Sifat seperti ini sudah seharusnya dikembangkan dalam kehidupan bertetangga.
Sikap menyayangi, bermurah hati, dan tidak menyombongkan diri di hadapan tetangga, terutama tetangga yang lemah, miskin, dan anak-anak yatim, hanya tahir dari orang-orang yang memiliki budi pekerti agung. Sebaliknya, sifat sombong, tidak peduli, dan meremehkan orang-orang lemah, hanya dimiliki orang-orang tidak berbudi pekerti, angkuh dan keras hati.
Menyayangi, merendahkan diri, dan bermurah hati kepada orang lain mengantarkan seseorang pada kedudukan mulia dan tinggi. Sebaliknya, sikap kasar, sombong dan suka menganiaya orang lain akan menjatuhkan siapa saja ke dalam kehinaan dan dosa.
Di banyak ayat, al-Qur’an mendorong kaum Muslim untuk memiliki sikap rendah hati dan tidak menyombongkan diri di hadapan orang-orang lemah. Allah SWT. berfirman:
Menurut Imam lbnu Katsir, mereka yang mendustakan agama adalah orang yang suka menghardik anak yatim, merampas haknya, tidak memberinya makan, dan tidak berbuat baik kepada mereka. Sedangkan yang dimaksud dengan orang miskin pada ayat itu adalah orang faqir yang tidak memiliki apapun untuk memenuhi kebutuhannya (lbnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, surat al-Maun).
Imam Qurthubiy menjelaskan, bahwa para ulama berbeda pendapat kepada siapa ayat ini turun. Abu Shalih menuturkan sebuah riwayat dari lbnu ‘Abbas, bahwa ayat ini diturunkan kepada al-‘Ash bin Wail al-Sahmiy. Pendapat ini juga dipegang oleh al-Kalbiy dan Muqatil. Al-Dlahak berpendapat bahwa ayat ini turun berkenaan dengan seorang laki dari kalangan orang-orang munafiq. Al-suddiy menyatakan, bahwa ayat ini turun berkaitan dengan al-Walid bin al-Mughirah. Sebagian ulama lain berpendapat bahwa ayat ini turun berhubungan dengan Abu Jahal. Menurut lbnu Juraij, ayat ini diturunkan pada Abu Sufyan, dimana setiap minggu ia menyembelih kambing atau onta. Kemudian anak – anak yatim meminta bagian kepadanya, akan tetapi, ia menghardik mereka dengan tongkatnya. Selanjutnya, Allah SWT. menurunkan ayat ini (Imam Qurthubiy, Talsir Qurthtubiy, Surat al-Maun).
Baca juga: Cara Memuliakan Tetangga #1: Gemar Memberi Kepada Tetangga
Di dalam ayat lain, Allah SWT. berfirman:
Abu Hurairah ra berkata,”Rasulullah SAW. bersabda:
Orang yang menanggung anak yatim, yang memiliki hubungan kerabatan maupun orang lain yang tidak memiliki hubungan kekerabatan, maka saya dan orang itu berada di surga seperti dua jari ini. (Perawi hadits ini adalah Malik bin Anas).
Ia mengatakan bahwa
Beliau SAW. mengisyaratkan dengan dua jari telunjuk dan jari tengah.)
(HR. Imam Bukhari)
Dalam riwayat lain dikisahkan, bahwa Rasulullah SAW. berkata:
Orang-orang yang mengurusi janda dan orang miskin bagaikan orang yang berjuang dijalan Allah. “Kalau tidak salah Beliau bersabda pula, “Bagaikan orang yang selalu shalat malam tanpa pernah letih, dan seperti orang yang puasa yang tidak pernah berbuka. (HR.Imam Bukhari dan Muslim).
Rasulullah SAW. memerintahkan umatnya untuk rendah hati (tawadlu’) dan tidak sombong. Dari lyadl bin Himar ra berkata, “Rasulullah SAW. bersabda:
Sesungguhnya Allah telah memberi wahyu kepadaku, yaitu kami sekalian hendaknya bersikap rendah hati (tawadlu’), sehingga tidak ada seseorang yang bersikap sombong kepada yang lain, dan tidak ada seseorang yang menganiaya yang lain. (HR. Imam Muslim)
Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda :
Tiadalah sedekah itu mengurangi harta dan tidaklah Allah menambahkan kepada seseorang yang suka memaafkan melainkan kemuliaan dan tiadalah seseorang yang merendahkan diri karena Allah, kecuali Allah akan mengangkat derajatnya. (HR. Imam Muslim).
Sifat pemurah, rendah hati, dan tidak berlaku aniaya kepada orang-orang lemah selayaknya dikembangkan dalam kehidupan bertetangga. Sifat ini selain akan menyuburkan rasa kasih sayang, juga menumbuhkan optimisme dan ketahanan hidup. Sebab, orang lemah selalu optimis menghadapi kehidupan, dikarenakan ada orang yang selalu memperhatikan dan siap sedia membantu dirinya. Di sisi yang lain, orang yang kuat semakin menyadari kelemahan dan kekurangannya, hingga ia siap sedia menolong tetangganya.
Baca juga: Fiqih Bertetangga : Keutamaan Memuliakan Tetangga
Seorang Muslim yang baik selalu memperhatikan tetangganya, khususnya yang lemah dan miskin. Jika memiliki kelebihan makanan, ia tidak segan-segan untuk berbagi. Dirinya merasa berdosa, jika di dalam rumahnya berlimpah makanan, sedangkan tetangganya menahan rasa lapar. Ia merasa berdosa dan sedih jika tetangganya hidup serba kekurangan, sedangkan ia tidak pernah memberikan bantuan kepada mereka, padahal ia hidup serba kecukupan. Perhatikan sabda Rasulullah SAW.:
Bukan orang yang beriman, siapa saja yang kenyang sedangkan tetangganya dalam keadaan lapar (HR. Imam Imam Bukhari dari Ibnu ‘Abbas dari Ibnu Zubair ra).
Jika seseorang mengadakan pesta (walimah), hendaknya tetangga-tetangga yang miskin dan lemah turut diundang agar mereka bisa menikmati hidangan walimah. Rasulullah SAW. bersabda:
Sejelek – jelek makanan yaitu makanan walimah (pesta), dimana orang yang membutuhkan makanan itu tidak diundang, sedangkan orang yang tidak membutuhkannya malah diundang. (HR. Imam Muslim)
Dalam riwayat lain disebutkan :
Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah, dimana yang yang diundang hanyalah orang-orang kaya, sedangkan orang-orang yang miskin tidak diundangnya. (HR. Imam Bukhari dan Muslim).
Hendaknya tetangga yang kaya dan kuat menyadari bahwa rizki yang Allah anugerahkan kepada dirinya dikarenakan adanya orang – orang lemah di sekitar dirinya. Dalam sebuah riwayat Rasulullah SAW. bersabda,
Kumpulkanlah untuk saya orang-orang yang lemah. Sebab, sesungguhnya kamu mendapatkan pertolongan dan rizki berkat adanya orang-orang lemah yang ada di sekitarmu (HR. Abu Dawud)
Sebaliknya, Allah SWT. dan RasulNya mencela orang kikir yang enggan bersedekah. Allah SWT. berfirman
Adapun orang yang kikir dan merasa dirinya kaya, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya jalan yang sukar. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa (QS Al Lail:8-11).
Barangsiapa terpelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka adalah orang-orong yang beruntung (QS Al Taghabun:16).
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW. bersabda:
Takutlah kamu sekalian akan kekikiran. Sebab, kekikiran itu telah membinasakan orang-orang sebelum kamu, dimana mereka terdorong untuk menumpahkan darah dan menghalalkan apa-apa yang telah diharamkan (HR. Imam Muslim).
Daftar Pustaka
Syamsuddin Ramadlan an-Nawiy, Fathiy (2018). Fiqih Bertetangga. Bogor: Al Azhar Fresh Zone Publishing.