Ada sedikit kekeliruan pemahaman di sebagian kalangan masyarakat mengenai tugas orang tua dalam mendidik anak.
Ada yang beranggapan bahwa mendidik anak adalah tugas dan tanggung jawab seorang ibu. Apakah itu benar?
Menurut Islam, pendidikan anak adalah tugas utama seorang ayah. Bukan hanya anak tetapi juga istrinya.
Peran Ayah dalam mendidik anak sangat besar hingga pesan tersebut ditulis dalam banyak ayat Al Quran dan Hadis baik secara tersirat maupun tersurat. Salah satunya adalah Al Ahzab 59 berikut ini,
Pada ayat di atas terdapat pesan bahwa seorang ayah memiliki tugas untuk mendidik anak dan istrinya menutup aurat sesuai syar’i.
Baca juga: Suami Wajib Baca! Ini Peran Penting Anda Sebagai Pemimpin Dalam Keluarga
Tidak hanya untuk perempuan, dalam banyak hadis, Rasulullah juga memberikan pesan secara tersirat kepada ayah untuk mendidik anak laki-lakinya berlatih ketahanan fisik. Seperti berenang, berlatih memanah, dan menunggang kuda.
Seorang ayah mungkin saja sibuk mencari nafkah demi menghidupi anak dan istrinya. Namun hal tersebut tidak bisa dijadikan alasan untuk mengesampingkan tugas sebagai orang tua, yaitu mendidik anak.
Idealnya urusan bisnis, ibadah, dan peran menjadi orang tua dilakukan secara seimbang. Karena jika tidak, akan membuat diri kita sendiri menjadi menderita.
Bisa saja bisnis kita sukses secara gemilang, sehingga masalah finansial bukan lagi menjadi hal yang sulit. Namun hal tersebut tidak akan dapat dinikmati sepenuhnya jika hal tersebut justru membuat anak-anak menjadi terlantar.
Jangan sampai, kita sebagai Ayah, ada secara fisik, namun tidak hadir dalam kehidupan anak. Ini bukan perkara yang bisa dianggap sepele, karena dampaknya sangat serius untuk masa depan anak-anak.
Mengingat peran ayah dalam mendidik anak sangat besar. Maka, saat seorang ayah tidak hadir di dalam keluarganya akan ada banyak dampak buruk yang akan diterima oleh anak.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh University of South Florida, bayi yang kurang mendapat perhatian dari ayah selama masa kehamilan memiliki resiko meninggal di tahun pertama sebesar empat kali lipat.
Selain itu bayi ini juga beresiko lahir prematur, memiliki berat lahir yang lebih rendah, dan berukuran lebih kecil dari bayi normal.
Menurut Profesor Amina Alio, dukungan ayah dapat menurunkan stres emosional sang ibu. Keterlibatan ayah dapat menurunkan resiko komplikasi pada ibu dan meningkatkan kesehatan pada bayi.
Kurangnya kehadiran ayah berpeluang menyebabkan ibu bayi mengalami darah tinggi kronis, anemia, dan eklampsia (kejang sebelum, selama, atau sesudah persalinan).
Anak yang kekurangan sosok ayah sangat memungkinkan mengalami berbagai masalah psikologi, prestasi rendah, dan melakukan pembangkangan kepada orang tuanya.
Hal tersebut diperkuat oleh studi yang dilakukan Rembar dan Kalter dari Children’s Psychiatric Hospital, University of Michigan.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan kepada 114 sampel anak-anak dan remaja dengan kondisi orang tua yang bercerai ditemukan tiga masalah utama.
Pertama, masalah psikologi subjektif seperti gelisah, sedih, depresi, fobia, dan suasana hati yang mudah berubah. Hal ini terjadi kepada 63% responden.
Kedua, 56% dari mereka mengalami kemampuan prestasi yang rendah atau mengalami penurunan prestasi dibandingkan dengan kondisi sebelum kedua orang tuanya bercerai.
Ketiga, melakukan agresi kepada orang tuanya. Hal ini dilakukan oleh 43% responden.
Anak-anak yang tidak mengenal ayah akan mendorong mereka untuk mencari sendiri sosok tersebut pada diri ibunya ataupun orang lain. Citra ayah yang tercipta dari cara tersebut dapat bersifat negatif karena tidak nyata dan dapat terbawa pada sepanjang hidupnya.
Sebagian dari mereka tersesat pada pergaulan yang tidak baik dengan menjadi anggota geng atau sekte tertentu. Tidak jarang juga mereka terjerumus pada penyalahgunaan zat-zat terlarang dan alkohol.
Ketidakhadiran ayah dalam keluarga membuat anak menerka-nerka apa yang menyebabkan kondisi tersebut terjadi.
Bisa saja sebagian anak berpikir bahwa kepergian sang ayah diakibatkan oleh kesalahan yang dilakukannya. Sehingga menimbulkan perasaan bersalah dalam diri anak.
Kemungkinan lain yang tak kalah buruknya adalah memunculkan perasaan terabaikan, terisolasi, dan kesepian yang mendalam.
Dampak manapun yang terjadi, hasilnya sama saja, akan memberikan efek buruk pada kepercaan diri pada sang anak di masa depan.
Lalu bagaimana cara menjadi ayah yang baik dan berhasil dalam mendidik anak?
Ada banyak cara yang bisa dilakukan.
Seorang ayah dituntut mendidik anaknya dengan menanamkan nilai-nilai yang positif serta islami yang Rasulullah contohkan. Hal ini haruslah dilakukan dengan penuh cinta dan kasih sayang.
Salah satunya adalah dengan memberikan sentuhan fisik kepada anak. Karena Rasulullah pun bersikap demikian saat menjadi Ayah maupun Kakek bagi cucu-cucunya..
Sentuhan fisik terlihat sederhana, namun sebenarnya mampu mewakili jutaan kata sayang kepada anak. Berdampak positif pada kesehatan anak dan juga dapat membuat mereka bahagia.
Mari kita sedikit bernostalgia dan berimajinasi ketika masih kecil. Apa yang akan Anda rasakan ketika perasaan sedih melanda, tiba-tiba orang tua datang kemudian mengelus-elus kepala kita seraya berkata, “Ayah Bunda bangga padamu, nak.”
Tentu perasaan yang muncul adalah bahagia dan gembira bukan?
Sentuhan tersebut sederhana namun dapat memberikan dampak yang dramatis kepada diri kita.
Nah, hal yang sama pun bisa diaplikasikan kepada anak-anak kita, khususnya. Saat mereka masih kecil. Karena, momen tersebut tidak akan pernah bisa diulang.
Ketika anak berusia di bawah 12 tahun mungkin mereka masih mau disentuh atau dipeluk orang tuanya. Namun ketika sudah menginjak usia 13 tahun ke atas biasanya mereka akan mulai merasa canggung ketika dipeluk orang tuanya.
Mari kita mencontoh kehidupan Rasulullah SAW. Beliau adalah seorang Rasul sekaligus pemimpin negara yang tentunya memiliki kesibukan luar biasa. Namun, beliau seringkali menyempatkan diri menemani anak dan cucunya. Tidak jarang pula beliau memberikan sentuhan fisik kepada mereka.
Menggendong, merangkul, memeluk, dan mencium anak merupakan salah satu bentuk ekspresi kasih sayang yang sederhana namun memiliki makna yang dalam. Hal tersebut mampu menanamkan perasaan cinta pada diri anak yang sangat mungkin akan terkenang terus hingga dewasa kelak.
Mendidik anak sebenarnya bukan hanya tugas ibu saja, justru merupakan tugas pokok seorang ayah. Peran ayah dalam mendidik anak sangatlah besar, karena jika tidak dilakukan dengan tepat akan memberikan dampak buruk yang berkepanjangan pada diri anak.
Mari kita menjadi ayah saleh untuk membentuk generasi saleh dengan memberikan pendidikan yang tepat.
Wallahu A’lam
Sumber:
Baihaqi Ibnu Bukhari, Ihsan. 2019. & Kiat Orangtua Shalih Menjadikan Anak Disiplin dan Bahagia. Bandung: Mizania.
(Diedit oleh Nizar Tegar)
Ada sedikit kekeliruan pemahaman di sebagian kalangan masyarakat mengenai tugas orang tua dalam mendidik anak.
Ada yang beranggapan bahwa mendidik anak adalah tugas dan tanggung jawab seorang ibu. Apakah itu benar?
Menurut Islam, pendidikan anak adalah tugas utama seorang ayah. Bukan hanya anak tetapi juga istrinya.
Peran Ayah dalam mendidik anak sangat besar hingga pesan tersebut ditulis dalam banyak ayat Al Quran dan Hadis baik secara tersirat maupun tersurat. Salah satunya adalah Al Ahzab 59 berikut ini,
Pada ayat di atas terdapat pesan bahwa seorang ayah memiliki tugas untuk mendidik anak dan istrinya menutup aurat sesuai syar’i.
Baca juga: Suami Wajib Baca! Ini Peran Penting Anda Sebagai Pemimpin Dalam Keluarga
Tidak hanya untuk perempuan, dalam banyak hadis, Rasulullah juga memberikan pesan secara tersirat kepada ayah untuk mendidik anak laki-lakinya berlatih ketahanan fisik. Seperti berenang, berlatih memanah, dan menunggang kuda.
Seorang ayah mungkin saja sibuk mencari nafkah demi menghidupi anak dan istrinya. Namun hal tersebut tidak bisa dijadikan alasan untuk mengesampingkan tugas sebagai orang tua, yaitu mendidik anak.
Idealnya urusan bisnis, ibadah, dan peran menjadi orang tua dilakukan secara seimbang. Karena jika tidak, akan membuat diri kita sendiri menjadi menderita.
Bisa saja bisnis kita sukses secara gemilang, sehingga masalah finansial bukan lagi menjadi hal yang sulit. Namun hal tersebut tidak akan dapat dinikmati sepenuhnya jika hal tersebut justru membuat anak-anak menjadi terlantar.
Jangan sampai, kita sebagai Ayah, ada secara fisik, namun tidak hadir dalam kehidupan anak. Ini bukan perkara yang bisa dianggap sepele, karena dampaknya sangat serius untuk masa depan anak-anak.
Mengingat peran ayah dalam mendidik anak sangat besar. Maka, saat seorang ayah tidak hadir di dalam keluarganya akan ada banyak dampak buruk yang akan diterima oleh anak.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh University of South Florida, bayi yang kurang mendapat perhatian dari ayah selama masa kehamilan memiliki resiko meninggal di tahun pertama sebesar empat kali lipat.
Selain itu bayi ini juga beresiko lahir prematur, memiliki berat lahir yang lebih rendah, dan berukuran lebih kecil dari bayi normal.
Menurut Profesor Amina Alio, dukungan ayah dapat menurunkan stres emosional sang ibu. Keterlibatan ayah dapat menurunkan resiko komplikasi pada ibu dan meningkatkan kesehatan pada bayi.
Kurangnya kehadiran ayah berpeluang menyebabkan ibu bayi mengalami darah tinggi kronis, anemia, dan eklampsia (kejang sebelum, selama, atau sesudah persalinan).
Anak yang kekurangan sosok ayah sangat memungkinkan mengalami berbagai masalah psikologi, prestasi rendah, dan melakukan pembangkangan kepada orang tuanya.
Hal tersebut diperkuat oleh studi yang dilakukan Rembar dan Kalter dari Children’s Psychiatric Hospital, University of Michigan.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan kepada 114 sampel anak-anak dan remaja dengan kondisi orang tua yang bercerai ditemukan tiga masalah utama.
Pertama, masalah psikologi subjektif seperti gelisah, sedih, depresi, fobia, dan suasana hati yang mudah berubah. Hal ini terjadi kepada 63% responden.
Kedua, 56% dari mereka mengalami kemampuan prestasi yang rendah atau mengalami penurunan prestasi dibandingkan dengan kondisi sebelum kedua orang tuanya bercerai.
Ketiga, melakukan agresi kepada orang tuanya. Hal ini dilakukan oleh 43% responden.
Anak-anak yang tidak mengenal ayah akan mendorong mereka untuk mencari sendiri sosok tersebut pada diri ibunya ataupun orang lain. Citra ayah yang tercipta dari cara tersebut dapat bersifat negatif karena tidak nyata dan dapat terbawa pada sepanjang hidupnya.
Sebagian dari mereka tersesat pada pergaulan yang tidak baik dengan menjadi anggota geng atau sekte tertentu. Tidak jarang juga mereka terjerumus pada penyalahgunaan zat-zat terlarang dan alkohol.
Ketidakhadiran ayah dalam keluarga membuat anak menerka-nerka apa yang menyebabkan kondisi tersebut terjadi.
Bisa saja sebagian anak berpikir bahwa kepergian sang ayah diakibatkan oleh kesalahan yang dilakukannya. Sehingga menimbulkan perasaan bersalah dalam diri anak.
Kemungkinan lain yang tak kalah buruknya adalah memunculkan perasaan terabaikan, terisolasi, dan kesepian yang mendalam.
Dampak manapun yang terjadi, hasilnya sama saja, akan memberikan efek buruk pada kepercaan diri pada sang anak di masa depan.
Lalu bagaimana cara menjadi ayah yang baik dan berhasil dalam mendidik anak?
Ada banyak cara yang bisa dilakukan.
Seorang ayah dituntut mendidik anaknya dengan menanamkan nilai-nilai yang positif serta islami yang Rasulullah contohkan. Hal ini haruslah dilakukan dengan penuh cinta dan kasih sayang.
Salah satunya adalah dengan memberikan sentuhan fisik kepada anak. Karena Rasulullah pun bersikap demikian saat menjadi Ayah maupun Kakek bagi cucu-cucunya..
Sentuhan fisik terlihat sederhana, namun sebenarnya mampu mewakili jutaan kata sayang kepada anak. Berdampak positif pada kesehatan anak dan juga dapat membuat mereka bahagia.
Mari kita sedikit bernostalgia dan berimajinasi ketika masih kecil. Apa yang akan Anda rasakan ketika perasaan sedih melanda, tiba-tiba orang tua datang kemudian mengelus-elus kepala kita seraya berkata, “Ayah Bunda bangga padamu, nak.”
Tentu perasaan yang muncul adalah bahagia dan gembira bukan?
Sentuhan tersebut sederhana namun dapat memberikan dampak yang dramatis kepada diri kita.
Nah, hal yang sama pun bisa diaplikasikan kepada anak-anak kita, khususnya. Saat mereka masih kecil. Karena, momen tersebut tidak akan pernah bisa diulang.
Ketika anak berusia di bawah 12 tahun mungkin mereka masih mau disentuh atau dipeluk orang tuanya. Namun ketika sudah menginjak usia 13 tahun ke atas biasanya mereka akan mulai merasa canggung ketika dipeluk orang tuanya.
Mari kita mencontoh kehidupan Rasulullah SAW. Beliau adalah seorang Rasul sekaligus pemimpin negara yang tentunya memiliki kesibukan luar biasa. Namun, beliau seringkali menyempatkan diri menemani anak dan cucunya. Tidak jarang pula beliau memberikan sentuhan fisik kepada mereka.
Menggendong, merangkul, memeluk, dan mencium anak merupakan salah satu bentuk ekspresi kasih sayang yang sederhana namun memiliki makna yang dalam. Hal tersebut mampu menanamkan perasaan cinta pada diri anak yang sangat mungkin akan terkenang terus hingga dewasa kelak.
Mendidik anak sebenarnya bukan hanya tugas ibu saja, justru merupakan tugas pokok seorang ayah. Peran ayah dalam mendidik anak sangatlah besar, karena jika tidak dilakukan dengan tepat akan memberikan dampak buruk yang berkepanjangan pada diri anak.
Mari kita menjadi ayah saleh untuk membentuk generasi saleh dengan memberikan pendidikan yang tepat.
Wallahu A’lam
Sumber:
Baihaqi Ibnu Bukhari, Ihsan. 2019. & Kiat Orangtua Shalih Menjadikan Anak Disiplin dan Bahagia. Bandung: Mizania.
(Diedit oleh Nizar Tegar)