Memarahi anak merupakan suatu hal yang tidak dibenarkan dalam dunia psikologi karena dapat mempengaruhi perkembangan anak. Namun memarahi dalam artian untuk mendidik anak agar berperilaku baik dan benar sesuai ajaran Islam, tentu menjadi suatu keharusan yang seringkali menjadi alasan tersendiri bagi orang tua. Lalu bagaimana cara baik dan efektif untuk mendidik atau “memarahi” anak dalam Islam?
Berbicara mengenai cara mendidik anak yang baik sesuai dengan ajaran Islam, tentunya kita harus melihat bagaimana cara manusia terbaik, yaitu Rasulullah SAW dalam mendidik anak.
Pada beberapa kasus tertentu, Rasulullah SAW masih membolehkan kita untuk memarahi anak. Misalnya memarahi anak kita yang sudah menginjak usia 10 tahun karena meninggalkan shalat. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan al-Hakim, Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu berkata:
Memukul anak disini tentunya dalam rangka mendidik dan menunjukan bahwa hal tersebut merupakan bentuk hukuman karena meninggalkan kewajiban perintah shalat. Akan lebih baik jika Anda menyampaikan hadits di atas untuk memberi pemahaman kepada si anak.
Kita masih diperbolehkan memarahi anak selama didasari rasa cinta bukan karena emosi. Dalam islam, marah yang disebabkan emosi sangat dilarang. Saat memukul untuk mengingatkan shalat pun ada batasannya, seperti tidak boleh memukul wajah, tidak boleh memukul dengan benda keras sehingga menimbulkan bekas, dan tidak boleh dilakukan di depan umum.
Meski dari hadis diatas kita masih diperbolehkan “memukul” anak karena meninggalkan shalat, pada praktiknya, Rasulullah SAW tidak pernah mencontohkan kekerasan. Beliau justru mendidik anak dengan cara yang lembut tanpa disertai dengan rasa marah ataupun makian.
Salah satu tokoh yang bisa menggambarkan hal ini adalah Anas radhiyallahu ‘anhu. Seorang sahabat yang mengabdikan dirinya menjadi pelayan Rasulullah selama 10 tahun sejak berusia 10 tahun.
Berdasarkan penuturan beliau, Rasulullah tidak pernah mencela, memarahi, atau memukul, bahkan bermuka masam sekalipun. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
Aku menjadi pembantu Nabi Shalallahu ‘alayhi wa Sallam selama sepuluh tahun. Tidaklah beliau memberiku perintah, lalu aku lama mengerjakannya, atau tidak aku kerjakan sama sekali, melainkan beliau tidak mencelaku. Apabila ada salah satu anggota keluarga beliau yang mencelaku, beliau bersabda, “Biarkanlah dia. Kalau dia mampu, pasti dilakukannya.”
Ada hal menarik yang bisa kita ambil pelajarannya dari situasi di atas. Meskipun Rasulullah SAW tidak memarahi seorang Anas kecil, bukan berarti memanjakannya. Hal tersebut justru menumbuhkan perhatian yang mendalam dan rasa malu pada diri anak kecil yang bernama Anas.
Islam masih memperbolehkan kita untuk memarahi anak selama dalam rangka mendidik. Misalnya, saat mengingatkan anak untuk shalat. Namun Rasulullah SAW sendiri lebih menekankan cara pendidikan yang lembut, tidak disertai cacian, makian, ataupun emosi.
Wallahu a’lam.
Baca juga: Hunian Islami, Raih Kebahagian Dunia dengan Cara Islam
Demikian penjelasan singkat mengenai Cara Baik “Memarahi” Anak Dalam Islam. Secara teori memang mudah, namun akan terasa berat saat dilaksanakan. Semoga kita diberi kemudahan oleh Allah SWT untuk mendidik Anak sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW.
Silahkan isi kolom komentar jika ada masukan ataupun saran. Serta jangan lupa share jika tulisan ini bermanfaat.
(Diedit oleh Nizar Tegar)
Memarahi anak merupakan suatu hal yang tidak dibenarkan dalam dunia psikologi karena dapat mempengaruhi perkembangan anak. Namun memarahi dalam artian untuk mendidik anak agar berperilaku baik dan benar sesuai ajaran Islam, tentu menjadi suatu keharusan yang seringkali menjadi alasan tersendiri bagi orang tua. Lalu bagaimana cara baik dan efektif untuk mendidik atau “memarahi” anak dalam Islam?
Berbicara mengenai cara mendidik anak yang baik sesuai dengan ajaran Islam, tentunya kita harus melihat bagaimana cara manusia terbaik, yaitu Rasulullah SAW dalam mendidik anak.
Pada beberapa kasus tertentu, Rasulullah SAW masih membolehkan kita untuk memarahi anak. Misalnya memarahi anak kita yang sudah menginjak usia 10 tahun karena meninggalkan shalat. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan al-Hakim, Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu berkata:
Memukul anak disini tentunya dalam rangka mendidik dan menunjukan bahwa hal tersebut merupakan bentuk hukuman karena meninggalkan kewajiban perintah shalat. Akan lebih baik jika Anda menyampaikan hadits di atas untuk memberi pemahaman kepada si anak.
Kita masih diperbolehkan memarahi anak selama didasari rasa cinta bukan karena emosi. Dalam islam, marah yang disebabkan emosi sangat dilarang. Saat memukul untuk mengingatkan shalat pun ada batasannya, seperti tidak boleh memukul wajah, tidak boleh memukul dengan benda keras sehingga menimbulkan bekas, dan tidak boleh dilakukan di depan umum.
Meski dari hadis diatas kita masih diperbolehkan “memukul” anak karena meninggalkan shalat, pada praktiknya, Rasulullah SAW tidak pernah mencontohkan kekerasan. Beliau justru mendidik anak dengan cara yang lembut tanpa disertai dengan rasa marah ataupun makian.
Salah satu tokoh yang bisa menggambarkan hal ini adalah Anas radhiyallahu ‘anhu. Seorang sahabat yang mengabdikan dirinya menjadi pelayan Rasulullah selama 10 tahun sejak berusia 10 tahun.
Berdasarkan penuturan beliau, Rasulullah tidak pernah mencela, memarahi, atau memukul, bahkan bermuka masam sekalipun. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
Aku menjadi pembantu Nabi Shalallahu ‘alayhi wa Sallam selama sepuluh tahun. Tidaklah beliau memberiku perintah, lalu aku lama mengerjakannya, atau tidak aku kerjakan sama sekali, melainkan beliau tidak mencelaku. Apabila ada salah satu anggota keluarga beliau yang mencelaku, beliau bersabda, “Biarkanlah dia. Kalau dia mampu, pasti dilakukannya.”
Ada hal menarik yang bisa kita ambil pelajarannya dari situasi di atas. Meskipun Rasulullah SAW tidak memarahi seorang Anas kecil, bukan berarti memanjakannya. Hal tersebut justru menumbuhkan perhatian yang mendalam dan rasa malu pada diri anak kecil yang bernama Anas.
Islam masih memperbolehkan kita untuk memarahi anak selama dalam rangka mendidik. Misalnya, saat mengingatkan anak untuk shalat. Namun Rasulullah SAW sendiri lebih menekankan cara pendidikan yang lembut, tidak disertai cacian, makian, ataupun emosi.
Wallahu a’lam.
Baca juga: Hunian Islami, Raih Kebahagian Dunia dengan Cara Islam
Demikian penjelasan singkat mengenai Cara Baik “Memarahi” Anak Dalam Islam. Secara teori memang mudah, namun akan terasa berat saat dilaksanakan. Semoga kita diberi kemudahan oleh Allah SWT untuk mendidik Anak sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW.
Silahkan isi kolom komentar jika ada masukan ataupun saran. Serta jangan lupa share jika tulisan ini bermanfaat.
(Diedit oleh Nizar Tegar)