Secara umum Islam melarang ghibah, namun ada beberapa contoh ghibah yang diperbolehkan.
Sebagai makhluk sosial tentu kita sering berinteraksi dengan orang lain. Namun terkadang baik disengaja ataupun tidak, kita membicarakan orang lain (ghibah) yang seharusnya tidak dilakukan. Karena seperti yang kita ketahui bersama, bahwa ghibah adalah sesuatu yang dilarang di dalam Islam.
Bahkan saking menjijikannya perbuatan ini, Allah SWT mengupamakan orang yang suka ghibah seperti orang yang memakan bangkai saudaranya sendiri yang telah mati.
Meski begitu, tahukah Anda, dalam beberapa kondisi ada ghibah yang diperbolehkan. Imam Nawawiy, dalam kitab Riradl al-Shalihiin, menyebut enam perkara yang kaum Muslim boleh melakukan ghibah di dalamnya.
Orang yang dianiaya orang lain boleh mengadukannya kepada penguasa atau orang yang memiliki kekuasaan untuk menyadarkan penganiaya tersebut. Orang yang dianiaya boleh mengungkapkan sesuatu yang dibenci oleh penganiaya tersebut kepada penguasa, misalnya dengan mengatakan, “Si fulan telah menganiaya saya demikian – demikian.”
Ghibah yang ditujukan untuk meminta pertolongan orang lain agar ia melenyapkan kemungkaran dan memperingatkan dengan keras orang yang berbuat maksiat. Seseorang yang merasa tidak mampu melenyapkan kemungkaran dan kemaksiatan orang lain, boleh meminta tolong orang lain untuk melenyapkannya, dengan mengungkapkan keburukan – keburukan pelakunya.
Misalnya, ia mengatakan kepada fulan, bahwa si anu telah berbuat maksiat begini dan begitu, tolong Anda lenyapkan kemungkarannya.
Baca juga: Meskipun Terasa Asyik, Ghibah Itu Ternyata Bisa Jadi Musibah Buat Kita Loh!
Seseorang boleh mengghibah orang lain, unruk memberikan saran dan nasehat. Misalnya, seseorang mengatakan. “Saya telah diperlakukan begini dan begitu oleh orang tua, saudara, dan isteri saya, atau si fulan, lantas bagaimana sebaiknya?”
Ghibah dalam rangka memberi peringatan dan nasehat kepada kaum Muslim agar tidak terjerumus ke dalam kejahatan.
Ghibah dalam rangka menegur dengan terus terang orang yang melakukan kefasikan, seperti kepada peminum khamer, perampas harta orang lain, penipu dan sebagainya. Seseorang boleh berterus terang menegur tindakannya yang tidak benar itu.
Misalnya ada orang yang lebih dikenal dengan sebutan “si buta”, “si pincang”, “si cebol”, “si pendek” dan sebagainya. Akan tetapi, jika penyebutan gelar tersebut ditujukan untuk menghina dan mengejek, maka itu diharamkan.
Baca juga: Inilah 4 Akibat Ghibah Bagi Kehidupan Bertetangga
Menurut Imam Nawawiy, ghibah dalam enam hal inilah yang disepakati kebolehannya oleh para ‘ulama. Adapun argumentasi yang mendukung kebolehan ghibah pada enam keadaan di atas adalah sebagai berikut:
Dari ‘Aisyah ra, dituturkan bahwasannya ada seseorang meminta ijin kepada Nabi SAW., kemudian Beliau bersabda:
Berilah ijin orang itu, ia adalah orang yang sangat jahat di tengah-tengah keluarganya (HR. Imam Bukhari).
‘Aisyah berkata. “Rasulullah SAW. bersabda:
Aku tidak mengira sedikitpun kalau si fuulan itu mengetahui tentang agama kami (HR. Imam Bukhari).
Imam Bukhari dan Muslim mengeluarkan sebuah riwayat, dari Fathimah binti Qays ra, dimana ia berkata:
Dalam riwayat Muslim dinyatakan:
Sedangkan Abu Jahm adalah orang yang suka memukul isterinya.
Dari Zaid bin Arqam ra berkata:
‘Aisyah ra berkata:
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abi Hamid al-Sa’idiy, bahwasannya, Rasulullah SAW. telah mengangkat Ibnu Luthfiyah sebagai Amil untuk mengurusi zakat Bani Sulaim. Tatkala ia menghadap Rasulullah SAW., dan beliau menanyainya, ia berkata, “Ini untukmu (Ya Rasulullah), sedangkan ini merupakan hadiah yang telah dihadiahkan kepadaku.”
Beliau lalu bersabda, “Mengapa engkau tidak duduk di rumah bapak-ibumu, sampai hadiahmu datang sendiri kepadamu, jika engkau memang jujur. Rasulullah SAW. pun berdiri dan berkhuthbah di hadapan orang, memuji Allah dan mengagunggkanNya, lantas bersabda, “Amma ba’d.
Aku telah mengangkat seseorang di antara kalian itu datang dan mengatakan, “ini untukmu dan ini adalah hadiah yang dihadiahkan kepadaku. Apakah tidak sebaiknya dia duduk saja di rumah ayah ibunya, sampai hadiah itu datang sendiri kepadanya, jika ia memang jujur. Demi Allah, salah seorang diantara kalian tidak boleh mengambil harta tersebut dengan cara tidak benar, kecuali kelak pada kiamat dia pasti akan menghadap Allah SWT. dengan memikulnya.
Ketahuilah, pasti akan aku saksikan apa yang telah ditetapkan oleh Allah, seorang dengan membawa unta yang bersuara, atau sapi yang bersuara, atau kambing yang bersuara. Orang itu kemudian mengangkat tangannya hingga engkau melihat putihnya kedua ketiaknya. Ketahuilah, apakah aku sudah menyampaikan?”
Beberapa riwayat ini menjadi landasan bolehnya kaum Muslim melakukan ghibah dalam enam perkara yang telah dijelaskan sebelumnya. Selain enam perkara ini, ghibah diharamkan.
Wallahu A’lam.
Baca juga: 5 Cara Menghindari Ghibah Ala Rasulullah
Daftar Pustaka
Syamsuddin Ramadlan an-Nawiy, Fathiy (2018). Fiqih Bertetangga. Bogor: Al Azhar Fresh Zone Publishing.
Secara umum Islam melarang ghibah, namun ada beberapa contoh ghibah yang diperbolehkan.
Sebagai makhluk sosial tentu kita sering berinteraksi dengan orang lain. Namun terkadang baik disengaja ataupun tidak, kita membicarakan orang lain (ghibah) yang seharusnya tidak dilakukan. Karena seperti yang kita ketahui bersama, bahwa ghibah adalah sesuatu yang dilarang di dalam Islam.
Bahkan saking menjijikannya perbuatan ini, Allah SWT mengupamakan orang yang suka ghibah seperti orang yang memakan bangkai saudaranya sendiri yang telah mati.
Meski begitu, tahukah Anda, dalam beberapa kondisi ada ghibah yang diperbolehkan. Imam Nawawiy, dalam kitab Riradl al-Shalihiin, menyebut enam perkara yang kaum Muslim boleh melakukan ghibah di dalamnya.
Orang yang dianiaya orang lain boleh mengadukannya kepada penguasa atau orang yang memiliki kekuasaan untuk menyadarkan penganiaya tersebut. Orang yang dianiaya boleh mengungkapkan sesuatu yang dibenci oleh penganiaya tersebut kepada penguasa, misalnya dengan mengatakan, “Si fulan telah menganiaya saya demikian – demikian.”
Ghibah yang ditujukan untuk meminta pertolongan orang lain agar ia melenyapkan kemungkaran dan memperingatkan dengan keras orang yang berbuat maksiat. Seseorang yang merasa tidak mampu melenyapkan kemungkaran dan kemaksiatan orang lain, boleh meminta tolong orang lain untuk melenyapkannya, dengan mengungkapkan keburukan – keburukan pelakunya.
Misalnya, ia mengatakan kepada fulan, bahwa si anu telah berbuat maksiat begini dan begitu, tolong Anda lenyapkan kemungkarannya.
Baca juga: Meskipun Terasa Asyik, Ghibah Itu Ternyata Bisa Jadi Musibah Buat Kita Loh!
Seseorang boleh mengghibah orang lain, unruk memberikan saran dan nasehat. Misalnya, seseorang mengatakan. “Saya telah diperlakukan begini dan begitu oleh orang tua, saudara, dan isteri saya, atau si fulan, lantas bagaimana sebaiknya?”
Ghibah dalam rangka memberi peringatan dan nasehat kepada kaum Muslim agar tidak terjerumus ke dalam kejahatan.
Ghibah dalam rangka menegur dengan terus terang orang yang melakukan kefasikan, seperti kepada peminum khamer, perampas harta orang lain, penipu dan sebagainya. Seseorang boleh berterus terang menegur tindakannya yang tidak benar itu.
Misalnya ada orang yang lebih dikenal dengan sebutan “si buta”, “si pincang”, “si cebol”, “si pendek” dan sebagainya. Akan tetapi, jika penyebutan gelar tersebut ditujukan untuk menghina dan mengejek, maka itu diharamkan.
Baca juga: Inilah 4 Akibat Ghibah Bagi Kehidupan Bertetangga
Menurut Imam Nawawiy, ghibah dalam enam hal inilah yang disepakati kebolehannya oleh para ‘ulama. Adapun argumentasi yang mendukung kebolehan ghibah pada enam keadaan di atas adalah sebagai berikut:
Dari ‘Aisyah ra, dituturkan bahwasannya ada seseorang meminta ijin kepada Nabi SAW., kemudian Beliau bersabda:
Berilah ijin orang itu, ia adalah orang yang sangat jahat di tengah-tengah keluarganya (HR. Imam Bukhari).
‘Aisyah berkata. “Rasulullah SAW. bersabda:
Aku tidak mengira sedikitpun kalau si fuulan itu mengetahui tentang agama kami (HR. Imam Bukhari).
Imam Bukhari dan Muslim mengeluarkan sebuah riwayat, dari Fathimah binti Qays ra, dimana ia berkata:
Dalam riwayat Muslim dinyatakan:
Sedangkan Abu Jahm adalah orang yang suka memukul isterinya.
Dari Zaid bin Arqam ra berkata:
‘Aisyah ra berkata:
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abi Hamid al-Sa’idiy, bahwasannya, Rasulullah SAW. telah mengangkat Ibnu Luthfiyah sebagai Amil untuk mengurusi zakat Bani Sulaim. Tatkala ia menghadap Rasulullah SAW., dan beliau menanyainya, ia berkata, “Ini untukmu (Ya Rasulullah), sedangkan ini merupakan hadiah yang telah dihadiahkan kepadaku.”
Beliau lalu bersabda, “Mengapa engkau tidak duduk di rumah bapak-ibumu, sampai hadiahmu datang sendiri kepadamu, jika engkau memang jujur. Rasulullah SAW. pun berdiri dan berkhuthbah di hadapan orang, memuji Allah dan mengagunggkanNya, lantas bersabda, “Amma ba’d.
Aku telah mengangkat seseorang di antara kalian itu datang dan mengatakan, “ini untukmu dan ini adalah hadiah yang dihadiahkan kepadaku. Apakah tidak sebaiknya dia duduk saja di rumah ayah ibunya, sampai hadiah itu datang sendiri kepadanya, jika ia memang jujur. Demi Allah, salah seorang diantara kalian tidak boleh mengambil harta tersebut dengan cara tidak benar, kecuali kelak pada kiamat dia pasti akan menghadap Allah SWT. dengan memikulnya.
Ketahuilah, pasti akan aku saksikan apa yang telah ditetapkan oleh Allah, seorang dengan membawa unta yang bersuara, atau sapi yang bersuara, atau kambing yang bersuara. Orang itu kemudian mengangkat tangannya hingga engkau melihat putihnya kedua ketiaknya. Ketahuilah, apakah aku sudah menyampaikan?”
Beberapa riwayat ini menjadi landasan bolehnya kaum Muslim melakukan ghibah dalam enam perkara yang telah dijelaskan sebelumnya. Selain enam perkara ini, ghibah diharamkan.
Wallahu A’lam.
Baca juga: 5 Cara Menghindari Ghibah Ala Rasulullah
Daftar Pustaka
Syamsuddin Ramadlan an-Nawiy, Fathiy (2018). Fiqih Bertetangga. Bogor: Al Azhar Fresh Zone Publishing.