Sebagian besar dari kita mungkin sudah tidak asing lagi dengan kata ghibah. Satu aktivitas yang terlihat sepele dan biasa aja, namun bisa membuat hubungan persaudaraan menjadi renggang. Lalu, apa sebenarnya ghibah itu?
Sebenarnya istilah ghibah berasal dari bahasa Arab, Ghaaba-yaghiibu yang artinya tersembunyi, tidak tampak, terbenam, atau tidak hadir. Sedangkan masyarakat Indonesia lebih mengenalnya sebagai gosip.
Sebagai makhluk sosial, kita tidak bisa hidup sendiri. Membutuhkan orang lain untuk berinteraksi. Sehingga membicarakan orang lain sudah jadi kebiasaan tersendiri.
Ada studi menarik mengenai gosip, yang dipublish jurnal Social Psychological and Personality Science. Dalam tulisan tersebut dijelaskan bahwa kebanyakan orang beranggapan bahwa obrolan sehari-hari dapat merangsang kita untuk bisa lebih produktif. Dengan harapan obrolan tersebut dapat menjawab semua keluh kesah yang sedang ia hadapi.
Sayangnya hal tersebut keliru. Faktanya kita menggunakan obrolan tersebut untuk membicarakan orang lain, atau yang lebih kita kenal sebagai gosip. Dari studi tersebut didapat pula bahwa kebanyakan orang menghabiskan waktu 52 menit setiap harinya untuk bergosip. Isinya beragam, mulai dari hal umum dengan tujuan sekedar berbagi informasi, hingga membicarakan kejelekan orang lain.
Kita lihat saja realitanya di lapangan seperti apa. Ambilah contoh obrolan ibu-ibu yang sering terjadi pada pagi hari.
Kalau zaman dulu salah spot favorit untuk bergosip bagi ibu-ibu ketika pagi hari adalah gerobak sayur. Meski hanya sekedar beli seikat kangkung dan sebungkus ikan teri, waktu yang dihabiskan untuk nongkrong di depan gerobak sayur tersebut bisa berjam-jam. Emang pada ngobrolin apa sih?
Saat pagi hari biasanya ibu-ibu sarapan bersama anak-anak dan suaminya sebelum berangkat bekerja. Sehingga energi yang tersedia masih banyak untuk melakukan apapun, termasuk bergosip. Apapun bisa menjadi bahan obrolan, bahkan orang yang sedang lewat di depan tongkrongan tersebut pun bisa menjadi bahan gunjingan.
Fenomena seperti ini tidak terjadi tanpa sebab. Ada banyak teori psikologi yang berusaha untuk bisa menjelaskan kenapa hal tersebut bisa terjadi.
Menurut Mark Leary, Ph.D, seorang Profesor psikologi dan neurosains dari Duke University berpendapat bahwa bergosip termasuk salah satu insting dasar dari manusia. Karena pada dasarnya manusia hidup berkelompok, sehingga memiliki ketergantungan terhadap kelompok tersebut. Akibatnya kita merasa perlu untuk mengetahui lebih lanjut mengenai informasi orang-orang yang ada di kelompok tersebut.
Menurutnya, bergosip sudah menjadi salah satu jalan manusia untuk bertahan hidup. Kita perlu informasi mengenai kepribadian setiap orang yang ada di dalam kelompok, mengenal orang yang lebih bisa dipercaya, dan seterusnya.
Lalu, bagaimana cara islam memandang gosip?
Sebelumnya telah dibahas cukup panjang mengenai ghibah pada tulisan berjudul “Apa Itu Ghibah? Kenali Pengertian dan Hukumnya”. Singkatnya, ghibah adalah membicarakan orang lain yang memang benar-benar terjadi. Jika apa yang kita bicarakan tidak sesuai dengan faktanya, maka hal tersebut jatuh pada kategori dusta. Hal ini didasarkan pada hadis,
Hal ini menunjukan bahwa membicarakan keburukan orang lain sangatlah dilarang dalam islam, meskipun hal tersebut benar-benar terjadi. Ngomongin orang yang sesuai fakta saja sudah dilarang apalagi tidak sesuai dengan fakta. Tentunya akan lebih berbahaya dan mendatangkan banyak mudaratnya.
Larangan berbuat ghibah sudah tercantum dengan jelas dalam Al Quran yaitu Al Hujurat ayat 12.
Saking buruknya perbuatan ghibah, Allah mengumpamakan orang yang menghibah seperti orang yang memakan bangkai saudaranya sendiri. Sungguh perumpamaan yang menjijikan sekali, bukan?
Menjaga lidah merupakan perkara yang tidak mudah. Bahkan ketika berkumpul di dalam masjid pun kita tidak benar-benar bebas dengan perbuatan tercela yang satu ini. Jika terpeleset sedikit saja, bisa saja jatuh kepada perbuatan ghibah.
Lalu, bagaimana caranya kita menghindari perbuatan ghibah?
Pada tulisan sebelumnya telah dibahas mengenai cara menghindari ghibah ala Rasulullah SAW. Singkatnya ada lima cara yang bisa dilakukan untuk menghindari ghibah, yaitu:
Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa berinteraksi dengan orang lain adalah hal yang fitrah bagi manusia. Hanya saja perlu ada batasan supaya tidak berujung pada perbuatan tercela seperti ghibah. Ayo kita mengamalkan nasihat Rasulullah SAW untuk “berkata baik atau diam”. Hindari pembicaraan mengenai kejelekan orang lain, terlepas itu memang benar-benar terjadi ataupun tidak.
Baca juga: Adakah Ghibah yang Diperbolehkan?
Semoga kita diberi kemudahan oleh Allah SWT untuk menjaga lisan dari ghibah. Silakan share jika tulisan ini bermanfaat. Terima kasih.
(Diedit oleh Nizar Tegar)
sumber: kompas.com
Sebagian besar dari kita mungkin sudah tidak asing lagi dengan kata ghibah. Satu aktivitas yang terlihat sepele dan biasa aja, namun bisa membuat hubungan persaudaraan menjadi renggang. Lalu, apa sebenarnya ghibah itu?
Sebenarnya istilah ghibah berasal dari bahasa Arab, Ghaaba-yaghiibu yang artinya tersembunyi, tidak tampak, terbenam, atau tidak hadir. Sedangkan masyarakat Indonesia lebih mengenalnya sebagai gosip.
Sebagai makhluk sosial, kita tidak bisa hidup sendiri. Membutuhkan orang lain untuk berinteraksi. Sehingga membicarakan orang lain sudah jadi kebiasaan tersendiri.
Ada studi menarik mengenai gosip, yang dipublish jurnal Social Psychological and Personality Science. Dalam tulisan tersebut dijelaskan bahwa kebanyakan orang beranggapan bahwa obrolan sehari-hari dapat merangsang kita untuk bisa lebih produktif. Dengan harapan obrolan tersebut dapat menjawab semua keluh kesah yang sedang ia hadapi.
Sayangnya hal tersebut keliru. Faktanya kita menggunakan obrolan tersebut untuk membicarakan orang lain, atau yang lebih kita kenal sebagai gosip. Dari studi tersebut didapat pula bahwa kebanyakan orang menghabiskan waktu 52 menit setiap harinya untuk bergosip. Isinya beragam, mulai dari hal umum dengan tujuan sekedar berbagi informasi, hingga membicarakan kejelekan orang lain.
Kita lihat saja realitanya di lapangan seperti apa. Ambilah contoh obrolan ibu-ibu yang sering terjadi pada pagi hari.
Kalau zaman dulu salah spot favorit untuk bergosip bagi ibu-ibu ketika pagi hari adalah gerobak sayur. Meski hanya sekedar beli seikat kangkung dan sebungkus ikan teri, waktu yang dihabiskan untuk nongkrong di depan gerobak sayur tersebut bisa berjam-jam. Emang pada ngobrolin apa sih?
Saat pagi hari biasanya ibu-ibu sarapan bersama anak-anak dan suaminya sebelum berangkat bekerja. Sehingga energi yang tersedia masih banyak untuk melakukan apapun, termasuk bergosip. Apapun bisa menjadi bahan obrolan, bahkan orang yang sedang lewat di depan tongkrongan tersebut pun bisa menjadi bahan gunjingan.
Fenomena seperti ini tidak terjadi tanpa sebab. Ada banyak teori psikologi yang berusaha untuk bisa menjelaskan kenapa hal tersebut bisa terjadi.
Menurut Mark Leary, Ph.D, seorang Profesor psikologi dan neurosains dari Duke University berpendapat bahwa bergosip termasuk salah satu insting dasar dari manusia. Karena pada dasarnya manusia hidup berkelompok, sehingga memiliki ketergantungan terhadap kelompok tersebut. Akibatnya kita merasa perlu untuk mengetahui lebih lanjut mengenai informasi orang-orang yang ada di kelompok tersebut.
Menurutnya, bergosip sudah menjadi salah satu jalan manusia untuk bertahan hidup. Kita perlu informasi mengenai kepribadian setiap orang yang ada di dalam kelompok, mengenal orang yang lebih bisa dipercaya, dan seterusnya.
Lalu, bagaimana cara islam memandang gosip?
Sebelumnya telah dibahas cukup panjang mengenai ghibah pada tulisan berjudul “Apa Itu Ghibah? Kenali Pengertian dan Hukumnya”. Singkatnya, ghibah adalah membicarakan orang lain yang memang benar-benar terjadi. Jika apa yang kita bicarakan tidak sesuai dengan faktanya, maka hal tersebut jatuh pada kategori dusta. Hal ini didasarkan pada hadis,
Hal ini menunjukan bahwa membicarakan keburukan orang lain sangatlah dilarang dalam islam, meskipun hal tersebut benar-benar terjadi. Ngomongin orang yang sesuai fakta saja sudah dilarang apalagi tidak sesuai dengan fakta. Tentunya akan lebih berbahaya dan mendatangkan banyak mudaratnya.
Larangan berbuat ghibah sudah tercantum dengan jelas dalam Al Quran yaitu Al Hujurat ayat 12.
Saking buruknya perbuatan ghibah, Allah mengumpamakan orang yang menghibah seperti orang yang memakan bangkai saudaranya sendiri. Sungguh perumpamaan yang menjijikan sekali, bukan?
Menjaga lidah merupakan perkara yang tidak mudah. Bahkan ketika berkumpul di dalam masjid pun kita tidak benar-benar bebas dengan perbuatan tercela yang satu ini. Jika terpeleset sedikit saja, bisa saja jatuh kepada perbuatan ghibah.
Lalu, bagaimana caranya kita menghindari perbuatan ghibah?
Pada tulisan sebelumnya telah dibahas mengenai cara menghindari ghibah ala Rasulullah SAW. Singkatnya ada lima cara yang bisa dilakukan untuk menghindari ghibah, yaitu:
Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa berinteraksi dengan orang lain adalah hal yang fitrah bagi manusia. Hanya saja perlu ada batasan supaya tidak berujung pada perbuatan tercela seperti ghibah. Ayo kita mengamalkan nasihat Rasulullah SAW untuk “berkata baik atau diam”. Hindari pembicaraan mengenai kejelekan orang lain, terlepas itu memang benar-benar terjadi ataupun tidak.
Baca juga: Adakah Ghibah yang Diperbolehkan?
Semoga kita diberi kemudahan oleh Allah SWT untuk menjaga lisan dari ghibah. Silakan share jika tulisan ini bermanfaat. Terima kasih.
(Diedit oleh Nizar Tegar)
sumber: kompas.com