Imam Ibnu Al-‘Arabiy di dalam kitab Ahkam al-Qur’an menyatakan bahwasannya memuliakan tetangga (hurmat al-jar) merupakan perkara agung di masa Jahiliyyah dan Islam. [Imam Ibnu al-’Arabiy, Ahkam al-Qur’an, juz I, hal.546] Tradisi ini terus berlanjut hingga sekarang, bahkan dilembagakan sebagai salah satu bagian dari syariat Islam.
Perintah memuliakan tetangga disebutkan di dalam Al-Qur’an dan sunnah. Di dalam al-Qur’an, Allah SWT. berfirman:
Di dalam Tafsir Qurthubiy, makna ayat di atas dijelaskan sebagai berikut:
“Keempat: Firman Allah SWT. [wa al-jar dziy al-qurbay wa al-jar al-junub]. Adapun tetangga, Allah SWT. telah memerintahkan untuk menjaganya, menunaikan haknya, dan Dia juga telah berwasiat untuk memelihara dzimmahnya di Hadalam KitabNya dan di atas lisan NabiNya”. (Imam Qurthubiy, Tafsir Qurthubiy, Surat An Nisaa’ [4]: 36)
Di dalam sunnah banyak disitir kewajiban memuliakan tetangga. Diantara riwayat – riwayat tersebut adalah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar dan ‘Aisyah ra, bahwasannya keduanya berkata:
Hukum memuliakan tetangga adalah wajib, bukan sunnah (mandub). Ketentuan ini diindikasikan oleh sejumlah hadits yang berisikan pujian bagi orang yang berbuat baik kepada tetangga, dan celaan bagi orang yang berbuat buruk kepadanya.
Dalam sebuah riwayat dituturkan, bahwa Rasulullah SAW. bersabda:
Syuraih al-Khuza’iy berkata, “Rasulullah SAW. bersabda:
Abu Dzar meriwayatkan sebuah hadits, bahwa Rasulullah SAW. bersabda:
Riwayat – riwayat di atas menunjukan bahwa hukum memuliakan tetangga, menjaga hak – haknya, dan berbuat baik kepada mereka adalah wajib, bukan sunnah. Barangsiapa melanggar kehormatan tetangganya, sesungguhnya ia telah melakukan perbuatan dosa yang kelak diganjar siksa di dalam api neraka. Sebaliknya, siapa saja yang berbuat baik kepada tetangganya, selalu menunaikan hak – haknya menjaga harta dan kehormatannya, serta berbuat baik kepadanya, niscaya akan dibalas Allah dengan pahala yang berlipat ganda.
Di banyak riwayat, Rasulullah SAW. mendorong kaum Muslim untuk berbuat baik dan memuliakan tetangga. Ini bisa dimengerti karena, tetangga adalah orang yang paling dekat dengan kita. Mereka adalah orang – orang yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan urusan kita sehari – hari. Bila kita sakit, merekalah yang mengunjungi dan menghibur kita. Bahkan sebelum karib kerabat kita datang menjenguk, mereka telah berdatangan dan berusaha meringankan beban hidup kita. Tidak hanya itu saja, tatkala kita sedang ditimpa kemalangan dan kesusahan, mereka berusaha menolong dan membantu dengan tulus ikhlas.
Wajar saja, bila Rasulullah SAW. menyatakan, bahwa tetangga yang baik adalah bagian dari kenikmatan dan kebahagiaan hidup seseorang. Nafi’ Ibnu Abd al-Harits mengisahkan sebuah riwayat bahwa Rasulullah SAW. bersabda,
Tetangga yang baik dan shaleh pasti akan berbuat baik dan memuliakan tetangganya. Ia selalu berusaha menyenangkan dan membahagiakan tetangganya. Ia tidak pernah iri maupun dengki terhadap kebahagiaan yang diperoleh tetangganya. Sebaliknya, ia bersyukur jika tetangganya mendapatkan kenikmatan dan kesenangan. Bila ia mendapatkan rizki yang melimpah, kita juga akan turut merasakan kebahagiannnya. Sebab, ia tidak segan – segan untuk memberi hadiah kepada kita. Lebih dari itu, ia menjadi orang pertama yang menghibur dan mengucapkan kata – kata hikmah, tatkala kita tengah ditimpa musibah dan kemalangan. Jika kita memiliki tetangga semacam ini tentunya kita akan merasakan ketenangan dan kebahagiaan hidup.
Baca juga: 8 Cara Menyambung Silaturahmi Untuk Menggapai Surgawi
Sebaliknya, alangkah sedihnya, jika tetangga kita adalah orang – orang jahat yang gemar mengganggu dan menyusahkan orang lain. Tetangga semacam ini selalu iri dan dengki dengan apa yang dimiliki tetangganya. Ia berusaha keras untuk menyaingi tetangganya, dan merasa senang jika tetangganya ditimpa kemalangan dan musibah. Namun, jika tetangganya mendapatkan kebahagiaan dan kesenangan, mereka iri dengki, dan menyebarkan fitnah yang keji. Bahkan, tidak jarang mereka mengganggu kita tanpa alasan yang jelas. Terhadap tetangga semacam ini Rasulullah SAW. telah bersabda:
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah pernah didatangi oleh sesorang, dan ia berkata:
Abu Amir al-Himsy berkata:
Abu Hurairah ra berkata:
Rasulullah SAW. mengajarkan doa agar kita terhindar dari tetangga uang buruk perangainya. Abu Hurairah berkata, “Rasulullan SAW. pernah mengajarkan sebuah doa:
Tidak hanya itu saja, Rasulullah SAW. mengancam siap saja yang berbuat jahat terhadap tetangganya dengan dosa yang berlipat ganda, melebihi jika ia berbuat jahat kepada orang lain yang bukan tetangganya.
Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Miqdad bin al-Aswad:
Rasulullah SAW. bertanya kepada para sahabat tentang zina. Para sahabat menjawab: “Zina adalah perbuatan yang diharamkan Allah dan RasulNya.” Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda, “Berzinanya seseorang dengan sepuluh wanita lebih ringan dosanya daripada jika ia berzina dengan seorang wanita yang menjadi tetangganya.” Rasulullah SAW. juga bertanya kepada para sahabat tentang pencurian. Mereka menjawab, “Mencuri adalah perbuatan yang diharamkan Allah dan RasulNya.” Rasulullah SAW. menukas, “Seseorang yang mencuri dari sepuluh rumah lebih ringan dosanya daripada jika ia mencuri dari satu rumah tetangganya.” (HR. Imam Bukhari)
Hadits ini berisi ancaman yang keras bagi siapa saja yang berbuat jahat kepada tetangganya. Pasalnya, kejahatan atau perbuatan dosa yang dilakukan terhadap tetangga, lebih berat dibandingkan terhadap selain tetangga .
Demikianlah, Al-Qur’an dan Sunnah menempatkan tetangga pada kedudukan mulia. Begitu tinggi kedudukan tetangga, sampai – sampai Rasulullah SAW. ‘menyepadankan” penghormatan kepada tetangga dengan keimanan kepada Allah SWT. dan Hari Akhir. Ini menunjukan bahwa tetangga wajib diperlakukan dengan baik dan mulia; dan seorang Muslim dilarang berbuat jahat dan berlaku dzalim kepada mereka.
Baca juga: Penting Banget! Pilihlah Tetangga Yang Baik Sebelum Membeli Rumah
Daftar Pustaka
Syamsuddin Ramadlan an-Nawiy, Fathiy (2018). Fiqih Bertetangga. Bogor: Al Azhar Fresh Zone Publishing.
Imam Ibnu Al-‘Arabiy di dalam kitab Ahkam al-Qur’an menyatakan bahwasannya memuliakan tetangga (hurmat al-jar) merupakan perkara agung di masa Jahiliyyah dan Islam. [Imam Ibnu al-’Arabiy, Ahkam al-Qur’an, juz I, hal.546] Tradisi ini terus berlanjut hingga sekarang, bahkan dilembagakan sebagai salah satu bagian dari syariat Islam.
Perintah memuliakan tetangga disebutkan di dalam Al-Qur’an dan sunnah. Di dalam al-Qur’an, Allah SWT. berfirman:
Di dalam Tafsir Qurthubiy, makna ayat di atas dijelaskan sebagai berikut:
“Keempat: Firman Allah SWT. [wa al-jar dziy al-qurbay wa al-jar al-junub]. Adapun tetangga, Allah SWT. telah memerintahkan untuk menjaganya, menunaikan haknya, dan Dia juga telah berwasiat untuk memelihara dzimmahnya di Hadalam KitabNya dan di atas lisan NabiNya”. (Imam Qurthubiy, Tafsir Qurthubiy, Surat An Nisaa’ [4]: 36)
Di dalam sunnah banyak disitir kewajiban memuliakan tetangga. Diantara riwayat – riwayat tersebut adalah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar dan ‘Aisyah ra, bahwasannya keduanya berkata:
Hukum memuliakan tetangga adalah wajib, bukan sunnah (mandub). Ketentuan ini diindikasikan oleh sejumlah hadits yang berisikan pujian bagi orang yang berbuat baik kepada tetangga, dan celaan bagi orang yang berbuat buruk kepadanya.
Dalam sebuah riwayat dituturkan, bahwa Rasulullah SAW. bersabda:
Syuraih al-Khuza’iy berkata, “Rasulullah SAW. bersabda:
Abu Dzar meriwayatkan sebuah hadits, bahwa Rasulullah SAW. bersabda:
Riwayat – riwayat di atas menunjukan bahwa hukum memuliakan tetangga, menjaga hak – haknya, dan berbuat baik kepada mereka adalah wajib, bukan sunnah. Barangsiapa melanggar kehormatan tetangganya, sesungguhnya ia telah melakukan perbuatan dosa yang kelak diganjar siksa di dalam api neraka. Sebaliknya, siapa saja yang berbuat baik kepada tetangganya, selalu menunaikan hak – haknya menjaga harta dan kehormatannya, serta berbuat baik kepadanya, niscaya akan dibalas Allah dengan pahala yang berlipat ganda.
Di banyak riwayat, Rasulullah SAW. mendorong kaum Muslim untuk berbuat baik dan memuliakan tetangga. Ini bisa dimengerti karena, tetangga adalah orang yang paling dekat dengan kita. Mereka adalah orang – orang yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan urusan kita sehari – hari. Bila kita sakit, merekalah yang mengunjungi dan menghibur kita. Bahkan sebelum karib kerabat kita datang menjenguk, mereka telah berdatangan dan berusaha meringankan beban hidup kita. Tidak hanya itu saja, tatkala kita sedang ditimpa kemalangan dan kesusahan, mereka berusaha menolong dan membantu dengan tulus ikhlas.
Wajar saja, bila Rasulullah SAW. menyatakan, bahwa tetangga yang baik adalah bagian dari kenikmatan dan kebahagiaan hidup seseorang. Nafi’ Ibnu Abd al-Harits mengisahkan sebuah riwayat bahwa Rasulullah SAW. bersabda,
Tetangga yang baik dan shaleh pasti akan berbuat baik dan memuliakan tetangganya. Ia selalu berusaha menyenangkan dan membahagiakan tetangganya. Ia tidak pernah iri maupun dengki terhadap kebahagiaan yang diperoleh tetangganya. Sebaliknya, ia bersyukur jika tetangganya mendapatkan kenikmatan dan kesenangan. Bila ia mendapatkan rizki yang melimpah, kita juga akan turut merasakan kebahagiannnya. Sebab, ia tidak segan – segan untuk memberi hadiah kepada kita. Lebih dari itu, ia menjadi orang pertama yang menghibur dan mengucapkan kata – kata hikmah, tatkala kita tengah ditimpa musibah dan kemalangan. Jika kita memiliki tetangga semacam ini tentunya kita akan merasakan ketenangan dan kebahagiaan hidup.
Baca juga: 8 Cara Menyambung Silaturahmi Untuk Menggapai Surgawi
Sebaliknya, alangkah sedihnya, jika tetangga kita adalah orang – orang jahat yang gemar mengganggu dan menyusahkan orang lain. Tetangga semacam ini selalu iri dan dengki dengan apa yang dimiliki tetangganya. Ia berusaha keras untuk menyaingi tetangganya, dan merasa senang jika tetangganya ditimpa kemalangan dan musibah. Namun, jika tetangganya mendapatkan kebahagiaan dan kesenangan, mereka iri dengki, dan menyebarkan fitnah yang keji. Bahkan, tidak jarang mereka mengganggu kita tanpa alasan yang jelas. Terhadap tetangga semacam ini Rasulullah SAW. telah bersabda:
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah pernah didatangi oleh sesorang, dan ia berkata:
Abu Amir al-Himsy berkata:
Abu Hurairah ra berkata:
Rasulullah SAW. mengajarkan doa agar kita terhindar dari tetangga uang buruk perangainya. Abu Hurairah berkata, “Rasulullan SAW. pernah mengajarkan sebuah doa:
Tidak hanya itu saja, Rasulullah SAW. mengancam siap saja yang berbuat jahat terhadap tetangganya dengan dosa yang berlipat ganda, melebihi jika ia berbuat jahat kepada orang lain yang bukan tetangganya.
Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Miqdad bin al-Aswad:
Rasulullah SAW. bertanya kepada para sahabat tentang zina. Para sahabat menjawab: “Zina adalah perbuatan yang diharamkan Allah dan RasulNya.” Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda, “Berzinanya seseorang dengan sepuluh wanita lebih ringan dosanya daripada jika ia berzina dengan seorang wanita yang menjadi tetangganya.” Rasulullah SAW. juga bertanya kepada para sahabat tentang pencurian. Mereka menjawab, “Mencuri adalah perbuatan yang diharamkan Allah dan RasulNya.” Rasulullah SAW. menukas, “Seseorang yang mencuri dari sepuluh rumah lebih ringan dosanya daripada jika ia mencuri dari satu rumah tetangganya.” (HR. Imam Bukhari)
Hadits ini berisi ancaman yang keras bagi siapa saja yang berbuat jahat kepada tetangganya. Pasalnya, kejahatan atau perbuatan dosa yang dilakukan terhadap tetangga, lebih berat dibandingkan terhadap selain tetangga .
Demikianlah, Al-Qur’an dan Sunnah menempatkan tetangga pada kedudukan mulia. Begitu tinggi kedudukan tetangga, sampai – sampai Rasulullah SAW. ‘menyepadankan” penghormatan kepada tetangga dengan keimanan kepada Allah SWT. dan Hari Akhir. Ini menunjukan bahwa tetangga wajib diperlakukan dengan baik dan mulia; dan seorang Muslim dilarang berbuat jahat dan berlaku dzalim kepada mereka.
Baca juga: Penting Banget! Pilihlah Tetangga Yang Baik Sebelum Membeli Rumah
Daftar Pustaka
Syamsuddin Ramadlan an-Nawiy, Fathiy (2018). Fiqih Bertetangga. Bogor: Al Azhar Fresh Zone Publishing.