Islam menempatkan tamu pada kedudukan yang tinggi dan mulia. Di banyak hadits, Rasulullah SAW. memerintahkan kaum Muslim untuk memuliakan tamu, memenuhi haknya, dan memperlakukannya dengan cara yang makruf. Nabi SAW. menyejajarkan penghormatan kepada tamu dengan “keimanan kepada Allah dan hari akhir.” Ini menunjukan bahwasannya tamu mempunyai kedudukan istimewa di dalam Islam.
Ketika membahas bab memuliakan tamu, Imam Nawawiy dalam Riyadl al-Shalihin mengetengahkan dua ayat yang berhubungan dengan penghormatan terhadap tamu. Allah SWT. berfirman:
Juga firman Nya
Abu Hurairah ra meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda:
Baca juga: Adab Bertetangga: Cara Memuliakan Tetangga
Dari Abu Syuraih Khuwailid bin ‘Amr ra berkata, “Saya mendengar Rasulullah SAW. bersabda:
Dalam riwayat Imam Muslim diriwayatkan:
Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits tentang penghormatan Rasulullah SAW. terhadap tamunya. Abu Hurairah berkata:
Ada seorang pria datang menemui Rasulullah SAW. lalu Beliau mengirimnya ke rumah isteri-isteri Beliau. Mereka berkata, “Kami tidak memiliki kecuali air.” Rasulullah SAW. bertanya, “Siapa yang mau menjamu tamu ini?” Ada seorang dari Anshar berkata, “Saya.” Lalu, dia menemui isterinya dan berkata, “Hormatilah tamu Rasulullah SAW.”. Isterinya berkata, “Kita tidak punya apa-apa kecuali makanan untuk anak bayi.” Pria itu berkata, “Siapkanlah makananmu itu dan perbaikilah lampumu lalu tidurkanlah bayimu, jika mereka akan makan. Isterinya lalu mempersiapkan makanannya dan memperbaiki lampunya. Isterinya seolah-olah memperbaiki lampunya dan kemudian mematikannya. Kedua suami isteri itu menampakkan diri mereka sedangkan makan dan bermalam dalam keadaan kenyang. Ketika pagi, dia pergi menemui Rasulullah SAW.. Beliau bersabda, “Allah SWT. tertawa karena perbuatan kalian berdua. Selanjutnya Allah SWT. menurunkan firmannya,
Di dalam riwayat shahih dituturkan, bagaimana generasi-generasi awal Islam memuliakan tamunya sedemikian rupa sehingga seakan-akan rela mengorbankan kepentingan keluarga dan anaknya. Mereka lebih mengutamakan tamunya di atas kepentingan dirinya sendiri dan keluarganya, demi meraih keberkahan dan pahala ikram al-dluyuf (memuliakan tamu). Muhammad ibnu Ziyad berkata:
Memuliakan tamu merupakan tradisi mulia yang telah mengantarkan umat Islam mencapai kedudukan tertinggi dan termulia di antara umat-umat lain. Betapa banyak orang kafir tertawan hatinya menyaksikan perilaku luhur kaum Muslim, dan tidak sedikit di antara mereka masuk ke dalam agama Islam.
Sayangnya, tradisi mulia itu mulai memudar dan hampir-hampir sirna, akibat diterapkannya aturan-aturan sekuler-kapitalistik di tengah-tengah masyarakat. Sesama Muslim menjadi asing dan berjauhan, tidak menghormati dan melayani tamu dengan cara yang makruf, bahkan tidak sedikit di antara mereka yang mengusir tamu-tamunya.
Baca juga: Penting Banget! Pilihlah Tetangga Yang Baik Sebelum Membeli Rumah
Daftar Pustaka
Syamsuddin Ramadlan an-Nawiy, Fathiy (2018). Fiqih Bertetangga. Bogor: Al Azhar Fresh Zone Publishing.
Islam menempatkan tamu pada kedudukan yang tinggi dan mulia. Di banyak hadits, Rasulullah SAW. memerintahkan kaum Muslim untuk memuliakan tamu, memenuhi haknya, dan memperlakukannya dengan cara yang makruf. Nabi SAW. menyejajarkan penghormatan kepada tamu dengan “keimanan kepada Allah dan hari akhir.” Ini menunjukan bahwasannya tamu mempunyai kedudukan istimewa di dalam Islam.
Ketika membahas bab memuliakan tamu, Imam Nawawiy dalam Riyadl al-Shalihin mengetengahkan dua ayat yang berhubungan dengan penghormatan terhadap tamu. Allah SWT. berfirman:
Juga firman Nya
Abu Hurairah ra meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda:
Baca juga: Adab Bertetangga: Cara Memuliakan Tetangga
Dari Abu Syuraih Khuwailid bin ‘Amr ra berkata, “Saya mendengar Rasulullah SAW. bersabda:
Dalam riwayat Imam Muslim diriwayatkan:
Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits tentang penghormatan Rasulullah SAW. terhadap tamunya. Abu Hurairah berkata:
Ada seorang pria datang menemui Rasulullah SAW. lalu Beliau mengirimnya ke rumah isteri-isteri Beliau. Mereka berkata, “Kami tidak memiliki kecuali air.” Rasulullah SAW. bertanya, “Siapa yang mau menjamu tamu ini?” Ada seorang dari Anshar berkata, “Saya.” Lalu, dia menemui isterinya dan berkata, “Hormatilah tamu Rasulullah SAW.”. Isterinya berkata, “Kita tidak punya apa-apa kecuali makanan untuk anak bayi.” Pria itu berkata, “Siapkanlah makananmu itu dan perbaikilah lampumu lalu tidurkanlah bayimu, jika mereka akan makan. Isterinya lalu mempersiapkan makanannya dan memperbaiki lampunya. Isterinya seolah-olah memperbaiki lampunya dan kemudian mematikannya. Kedua suami isteri itu menampakkan diri mereka sedangkan makan dan bermalam dalam keadaan kenyang. Ketika pagi, dia pergi menemui Rasulullah SAW.. Beliau bersabda, “Allah SWT. tertawa karena perbuatan kalian berdua. Selanjutnya Allah SWT. menurunkan firmannya,
Di dalam riwayat shahih dituturkan, bagaimana generasi-generasi awal Islam memuliakan tamunya sedemikian rupa sehingga seakan-akan rela mengorbankan kepentingan keluarga dan anaknya. Mereka lebih mengutamakan tamunya di atas kepentingan dirinya sendiri dan keluarganya, demi meraih keberkahan dan pahala ikram al-dluyuf (memuliakan tamu). Muhammad ibnu Ziyad berkata:
Memuliakan tamu merupakan tradisi mulia yang telah mengantarkan umat Islam mencapai kedudukan tertinggi dan termulia di antara umat-umat lain. Betapa banyak orang kafir tertawan hatinya menyaksikan perilaku luhur kaum Muslim, dan tidak sedikit di antara mereka masuk ke dalam agama Islam.
Sayangnya, tradisi mulia itu mulai memudar dan hampir-hampir sirna, akibat diterapkannya aturan-aturan sekuler-kapitalistik di tengah-tengah masyarakat. Sesama Muslim menjadi asing dan berjauhan, tidak menghormati dan melayani tamu dengan cara yang makruf, bahkan tidak sedikit di antara mereka yang mengusir tamu-tamunya.
Baca juga: Penting Banget! Pilihlah Tetangga Yang Baik Sebelum Membeli Rumah
Daftar Pustaka
Syamsuddin Ramadlan an-Nawiy, Fathiy (2018). Fiqih Bertetangga. Bogor: Al Azhar Fresh Zone Publishing.