Bercanda hukumnya mubah. Namun, candaan bisa berhukum haram, jika melanggar ketentuan – ketentuan syariat Nabi SAW.. Diantara batasan – batasan yang tidak boleh dilanggar saat bercanda adalah sebagai berikut:
Isi candaan tidak boleh bertentangan dengan aqidah dan syariat Islam. Seorang Muslim, dilarang bercanda dengan memberikan sifat, atau mencitrakan kegiatan – kegiatan makhluk ghaib, seperti malaikat, jin, surga, neraka dan lain – lain, yang tidak didasarkan pada keterangan apapun. Sebab, perbuatan semacam ini sama artinya mengada-adakan suatu cerita atau kejadian ghaib yang tidak didasarkan pada dalil qath’iy.
Kadang – kadang, agar sebuah candaan ditertawakan banyak orang, seseorang menggambar perilaku malaikat, jin, bahkan Allah SWT. tanpa ada dasar ilmu pengetahuan. Contoh candaan semacam ini adalah malaikat dikatakan menikahi “iblis wanita”, ”ada malaikat yang ketiduran saat menjaga surga, sehingga ada orang yang lolos dari pertanyaannya, dan sebagainya.” Candaan – candaan semacam ini adalah candaan terlarang yang mengeraskan hati, bahkan bisa menyungkurkan pelakunya ke dalam kemurtadan. Seseorang yang bercanda dengan ayat – ayat Al-Qur’an, kemudian diplesetkan hingga artinya berubah secara sengaja, maka ia telah murtad dari Islam. Al Qur’an menyatakan hal ini dengan sangat jelas. Allah SWT. berfirman:
Imam Qurthubiy menyatakan, bahwa maksud ayat ini adalah jika mereka mendapati ayat – ayat Kami (Al Qur’an) mereka mengambilnya sebagai bahan olok – olokan. Artinya, jika mereka menghafal ayat – ayat Al-Qur’an, mereka segera menjadikannya sebagai bahan candaan dan olok – olok. Atas dasar itu, Rasulullah SAW. (sebagaimana hadits riwayat Imam Muslim dari Ibnu Umar) melarang kaum Muslim pergi membawa Al Qur’an ke wilayah musuh, khawatir jika musuh mengambil Al Qur’an tersebut. [Imam Qurthubiy, QS. Al Jaatsiyah (45):9)
Di dalam ayat lain, Al Qur’an mencela orang – orang yang menjadikannya sebagai bahan olok – olok dan candaan. Allah SWt. berfirman:
Dan tinggalkanlah orang – orang yang menjadikan agama mereka sebagai main – main dan senda gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Ingatkanlah mereka dengan Al Qur’an itu agar masing – masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri (QS. Al An’am [6]:70)
Candaan tidak boleh menyinggung perasaan dan menertawakan aib orang lain. Candaan seperti ini tentu saja bertentangan dengan syariat, serta berdampak buruk bagi hubungan persaudaraan. Selain itu, candaan semacam ini akan memadamkan cahaya kelembutan, serta menyalakan api kekejian dan kekerasan.
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW. mengingatkan kepada kaum Muslim tentang perkara yang bisa memasukkan mereka ke dalam neraka. Dari Abu Hurairah ra diriwayatkan bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda:
“Apakah kalian tahu, apa yang paling banyak menyebabkan masuk neraka?” Para shahabat menjawab, “Hanya Allah dan RasululNya yang lebih tahu.” Rasulullah SAW. melanjutkan, “Dua lubang, kemaluan dan mulut”. Lantas, apa yang paling banyak menyebabkan masuk ke dalam surga, “taqwa kepada Allah dan akhlaq yang baik.” (HR. Imam Bukhari dalam Al-Adab al-Munfrad)
Biasanya, ketika seseorang lepas kontrol, ia akan bercanda tanpa mengabaikan lagi tuntunan syariat. Tidak jarang mereka terjatuh pada tindakan saling melaknat, mencela, mencaci maki, berkata jorok dan keji, serta bertingkah laku kasar dan tidak tahu malu. Dalam banyak riwayat, Rasulullah SAW. mencela orang – orang yang suka mencela, berkata keji, suka melaknat, dan kasar perangainya.
Dari Salim bin Abdillah ra dikisahkan, bahwasannya Rasulullah SAW. bersabda:
Tidak boleh bagi seorang Mukmin menjadi seorang yang selalu melaknat. (HR. Imam Bukhari dalam Al-Adab Al-Munfrad).
Jabir bin Abdullah berkata, “Rasulullah SAW. bersabda:
Sesungguhnya Allah tidak suka orang – orang yang berbuat keji dan berkata keji, serta menjerit – jerit di pasar (saat menjajakan dagangannya di pasar) (HR. Imam Bukhari).
Abdullah bin Mas’ud berkata, “Rasulullah SAW. bersabda:
Seorang Mukmin bukanlah yang selalu mencela dan bukanlah yang selalu melaknat dan bukan pula yang berbuat dan berkata keji (HR. Imam Bukhari).
Abu Darda berkata, “Rasulullah SAW. bersabda:
Sesungguhnya orang – orang yang melaknat, kelak nanti di Hari Kiamat tidak akan menjadi para penyaksi dan pemberi syafa’at (HR. Imam Bukhari).
Banyak orang berdusta saat membuat bahan candaan. bahkan di antara mereka ada yang sengaja berdusta untuk memancing tertawa orang. Mereka menganggap remeh dan ringan perkara ini (berdusta). Padahal, Allah SWT. dan RasulNya mengancam hamba – hambaNya yang berdusta, meskipun sekedar untuk bercanda. Allah SWT. berfirman:
Tiada suatu ucapanpun yag diucapkannya kecuali ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir (yakni Raqib dan Atid) (QS. Qaaf [50] : 50).
Ayat sebelumnya (surat Al A’raaf (7):36) menjelaskan orang – orang yang mendustakan dan menyombongkan diri di hadapan ayat – ayat Allah SWT., kelak menjadi penghuni neraka dan kekal di dalamnya. Allah SWT. berfirman:
Maksud “mendustakan” pada ayat – ayat di atas adalah menolak dan enggan menerima kebenaran Al Qur’an. bercanda yang di dalamnya terkandung pendustaan (penolakan) terhadap Al Qur’an dan Sunnah Nabi SAW., tidak diragukan lagi, pelakunya telah terjatuh kepada kekafiran.
Larangan berdusta, meskipun hanya untuk berkelakar juga disebut di dalam sunnah. Dari Abu Hurairah dituturkan, bahwasannya para shahabat berkata kepada Rasulullah SAW.:
Riwayat ini menunjukkan bahwa seseorang harus tetap berkata benar meskipun ia sedang bercanda. Sabda Nabi Muhammad SAW. di atas menyiratkan, betapa banyak orang yang berdusta tatkala bercanda atau bercanda.
Pada dasarnya berdusta diharamkan, selain dalam tiga keadaan; yakni mendamaikan persengketaan, dusta dalam peperangan, dan dustanya seorang suami kepada isteri dan sebaliknya. Dari Ummu Kultsum dituturkan, bahwasannya Rasulullah SAW. bersabda:
Tidak dinamakan pendusta (meskipun ia berdusta), orang yang mendamaikan persengketaan orang lain yang akhirnya mendatangkan kebaikan, atau menjadikan orang lain berkata dengan perkataan yang baik. (HR. Imam Bukhari dan Muslim).
Dalam Riwayat Muslim ada tambahan:
Selain tiga keadaan itu berdusta diharamkan, termasuk dusta dalam bercanda dan bercanda. Dari Ibnu Mas’ud ra diriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW. bersabda:
Ibnu Umar ra berkata, bahwa Nabi SAW. bersabda:
Sejahat – jahatnya dusta yaitu bila sesorang mengaku kedua matanya melihat apa yang tidak dilihatnya (HR. Imam Bukhari).
Imam Bukhari mengetengahkan sebuah riwayat dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW. bersabda:
Barangsiapa mengaku bermimpi sesuatu padahal sebenarnya ia tidak bermimpi sesuatu itu, maka ia akan dituntut untuk menyambung dua biji gandum, padahal ia tidak mungkin bisa melaksanakannya. Barangsiapa yang mendengarkan pembicaraan sekelompok orang, dimana sebenarnya yang bersangkutan tidak senang bila pembicaraannya itu didengar, maka kelak di hari kiamat akan dituangkan ke dalam telinganya lelehan timah. Barangsiapa menggambar suatu benda yang hidup (bernyawa), maka nanti ia akan disiksa dan dituntut untuk meniupkan ruh ke dalam gambar itu, padahal ia tidak akan mampu menuipkannya (HR. Imam bukhari).
Pada dasarnya, berdusta itu adalah salah satu sifat dari kemunafikan. Dalam riwayat lain dinyatakan, bahwa Rasulullah SAW. bersabda:
Riwayat – riwayat ini berisikan ancaman dan celaan bagi siapa saja yang berdusta tanpa ada alasan – asalan yang dibenarkan. Syariat Islam mendorong kaum Muslim untuk berkata yang baik, atau jika ia tidak bisa, lebih baik diam. Sikap seperti ini tentunya akan lebih selamat dan mulia. Berdusta merupakan salah satu sifat orang munafik, dan tidak layak dimiliki seorang Mukmin. Seorang Muslim harus memahami bahwa berdusta merupakan perbuatan haram, dan akan membawa kepada keburukan.
Oleh karena itu, seorang Muslim dilarang berdusta meskipun hanya untuk bercanda dan bercanda.
Baca juga: Meskipun Terasa Asyik, Ghibah Itu Ternyata Bisa Jadi Musibah Buat Kita Loh!
Tidak hanya itu saja, Rasulullah SAW. juga mencela orang yang suka berpura – pura dan berlagak. Seseorang yang berpura – pura baik, padahal ia jahat, berpura – pura tertawa padahal sesuatu itu menyakitkan hatinya, atau berpura – pura sedih padahal ia bahagia, atau berpura – pura tertawa padahal apa yang dikatakan temannya itu tidak lucu, maka ia seperti orang yang mengenakan pakaian palsu. Dalam sebuah riwayat dituturkan, bahwa ada seseorang perempuan bertanya kepada Rasulullah SAW.:
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya adalah seorang isteri yang dimadu. Apakah saya berdosa bila saya berlagak puas terhadap suamiku dalam hal apa yang tidak diberikan oleh suamiku?” Nabi SAW. menjawab, “Orang yang berlagak puas dalam hal apa yang tidak diberikan kepadanya adalah seperti orang yang memakai pakaian palsu.” (HR. Imam Bukhari dan Muslim).
Seseorang tidak boleh menjadikan orang – orang yang telah mati sebagai bahan tertawaan, candaan, apalagi caci maki dan celaan. Rasulullah SAW. telah melarang mencaci maki atau menjadikan orang – orang mati sebagai bahan tertawaan dan ejekan. Dari Aisyah ra dikisahkan, bahwa Rasulullah SAW. bersabda:
Janganlah kamu sekalian mencaci maki orang – orang yang sudah meninggal. Sebab, mereka telah dihadapkan pada apa yang telah mereka kerjakan (HR. Imam Bukhari).
Inilah beberapa adab dan ketentuan dalam bercanda dengan tetangga. Dengan ketentuan – ketentuan di atas, seseorang tidak akan terjatuh kepada perbuatan haram tatkala sedang bercanda. Ia akan terhindar dari perbuatan yang bisa melecehkan dan merendahkan kehormatan orang lain. Sebab, Islam telah memelihara kehormatan dan harga diri manusia dari tindak pelecehan dan caci maki. Untuk itu, siapa saja yang melecehkan atau menertawakan orang lain hingga menjatuhkan harga dirinya, maka telah berdosa dan berhak dikenai sanksi ta’zir.
Hukum – hukum di atas berlaku tidak hanya untuk candaan yang berbentuk ucapan atau perkataan (melawak), akan tetapi juga berlaku bagi candaan yang berbentuk tulisan maupun gambar. Bila seseorang membuat karikatur maupun tulisan dengan tujuan untuk menghina dan melecehkan orang, tentu saja perbuatan semacam ini termasuk perbuatan haram.
Seorang Muslim harus berhati – hati tatkala bergurau dan bercanda dengan orang lain. Orang harus tetap memperhatikan kehormatan dan harga diri orang lain, juga ketentuan – ketentuan Islam dalam masalah bercanda dan berkelakar. Semua ini ditujukan agar gurauan dan candaan menjadi sesuatu yang benar – benar menghibur dan produktif, bukan malah menjadi sebab sakit hati dan dosa.
Baca juga: Inilah 4 Akibat Ghibah Bagi Kehidupan Bertetangga
Daftar Pustaka
Syamsuddin Ramadlan an-Nawiy, Fathiy (2018). Fiqih Bertetangga. Bogor: Al Azhar Fresh Zone Publishing.
Bercanda hukumnya mubah. Namun, candaan bisa berhukum haram, jika melanggar ketentuan – ketentuan syariat Nabi SAW.. Diantara batasan – batasan yang tidak boleh dilanggar saat bercanda adalah sebagai berikut:
Isi candaan tidak boleh bertentangan dengan aqidah dan syariat Islam. Seorang Muslim, dilarang bercanda dengan memberikan sifat, atau mencitrakan kegiatan – kegiatan makhluk ghaib, seperti malaikat, jin, surga, neraka dan lain – lain, yang tidak didasarkan pada keterangan apapun. Sebab, perbuatan semacam ini sama artinya mengada-adakan suatu cerita atau kejadian ghaib yang tidak didasarkan pada dalil qath’iy.
Kadang – kadang, agar sebuah candaan ditertawakan banyak orang, seseorang menggambar perilaku malaikat, jin, bahkan Allah SWT. tanpa ada dasar ilmu pengetahuan. Contoh candaan semacam ini adalah malaikat dikatakan menikahi “iblis wanita”, ”ada malaikat yang ketiduran saat menjaga surga, sehingga ada orang yang lolos dari pertanyaannya, dan sebagainya.” Candaan – candaan semacam ini adalah candaan terlarang yang mengeraskan hati, bahkan bisa menyungkurkan pelakunya ke dalam kemurtadan. Seseorang yang bercanda dengan ayat – ayat Al-Qur’an, kemudian diplesetkan hingga artinya berubah secara sengaja, maka ia telah murtad dari Islam. Al Qur’an menyatakan hal ini dengan sangat jelas. Allah SWT. berfirman:
Imam Qurthubiy menyatakan, bahwa maksud ayat ini adalah jika mereka mendapati ayat – ayat Kami (Al Qur’an) mereka mengambilnya sebagai bahan olok – olokan. Artinya, jika mereka menghafal ayat – ayat Al-Qur’an, mereka segera menjadikannya sebagai bahan candaan dan olok – olok. Atas dasar itu, Rasulullah SAW. (sebagaimana hadits riwayat Imam Muslim dari Ibnu Umar) melarang kaum Muslim pergi membawa Al Qur’an ke wilayah musuh, khawatir jika musuh mengambil Al Qur’an tersebut. [Imam Qurthubiy, QS. Al Jaatsiyah (45):9)
Di dalam ayat lain, Al Qur’an mencela orang – orang yang menjadikannya sebagai bahan olok – olok dan candaan. Allah SWt. berfirman:
Dan tinggalkanlah orang – orang yang menjadikan agama mereka sebagai main – main dan senda gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Ingatkanlah mereka dengan Al Qur’an itu agar masing – masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri (QS. Al An’am [6]:70)
Candaan tidak boleh menyinggung perasaan dan menertawakan aib orang lain. Candaan seperti ini tentu saja bertentangan dengan syariat, serta berdampak buruk bagi hubungan persaudaraan. Selain itu, candaan semacam ini akan memadamkan cahaya kelembutan, serta menyalakan api kekejian dan kekerasan.
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW. mengingatkan kepada kaum Muslim tentang perkara yang bisa memasukkan mereka ke dalam neraka. Dari Abu Hurairah ra diriwayatkan bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda:
“Apakah kalian tahu, apa yang paling banyak menyebabkan masuk neraka?” Para shahabat menjawab, “Hanya Allah dan RasululNya yang lebih tahu.” Rasulullah SAW. melanjutkan, “Dua lubang, kemaluan dan mulut”. Lantas, apa yang paling banyak menyebabkan masuk ke dalam surga, “taqwa kepada Allah dan akhlaq yang baik.” (HR. Imam Bukhari dalam Al-Adab al-Munfrad)
Biasanya, ketika seseorang lepas kontrol, ia akan bercanda tanpa mengabaikan lagi tuntunan syariat. Tidak jarang mereka terjatuh pada tindakan saling melaknat, mencela, mencaci maki, berkata jorok dan keji, serta bertingkah laku kasar dan tidak tahu malu. Dalam banyak riwayat, Rasulullah SAW. mencela orang – orang yang suka mencela, berkata keji, suka melaknat, dan kasar perangainya.
Dari Salim bin Abdillah ra dikisahkan, bahwasannya Rasulullah SAW. bersabda:
Tidak boleh bagi seorang Mukmin menjadi seorang yang selalu melaknat. (HR. Imam Bukhari dalam Al-Adab Al-Munfrad).
Jabir bin Abdullah berkata, “Rasulullah SAW. bersabda:
Sesungguhnya Allah tidak suka orang – orang yang berbuat keji dan berkata keji, serta menjerit – jerit di pasar (saat menjajakan dagangannya di pasar) (HR. Imam Bukhari).
Abdullah bin Mas’ud berkata, “Rasulullah SAW. bersabda:
Seorang Mukmin bukanlah yang selalu mencela dan bukanlah yang selalu melaknat dan bukan pula yang berbuat dan berkata keji (HR. Imam Bukhari).
Abu Darda berkata, “Rasulullah SAW. bersabda:
Sesungguhnya orang – orang yang melaknat, kelak nanti di Hari Kiamat tidak akan menjadi para penyaksi dan pemberi syafa’at (HR. Imam Bukhari).
Banyak orang berdusta saat membuat bahan candaan. bahkan di antara mereka ada yang sengaja berdusta untuk memancing tertawa orang. Mereka menganggap remeh dan ringan perkara ini (berdusta). Padahal, Allah SWT. dan RasulNya mengancam hamba – hambaNya yang berdusta, meskipun sekedar untuk bercanda. Allah SWT. berfirman:
Tiada suatu ucapanpun yag diucapkannya kecuali ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir (yakni Raqib dan Atid) (QS. Qaaf [50] : 50).
Ayat sebelumnya (surat Al A’raaf (7):36) menjelaskan orang – orang yang mendustakan dan menyombongkan diri di hadapan ayat – ayat Allah SWT., kelak menjadi penghuni neraka dan kekal di dalamnya. Allah SWT. berfirman:
Maksud “mendustakan” pada ayat – ayat di atas adalah menolak dan enggan menerima kebenaran Al Qur’an. bercanda yang di dalamnya terkandung pendustaan (penolakan) terhadap Al Qur’an dan Sunnah Nabi SAW., tidak diragukan lagi, pelakunya telah terjatuh kepada kekafiran.
Larangan berdusta, meskipun hanya untuk berkelakar juga disebut di dalam sunnah. Dari Abu Hurairah dituturkan, bahwasannya para shahabat berkata kepada Rasulullah SAW.:
Riwayat ini menunjukkan bahwa seseorang harus tetap berkata benar meskipun ia sedang bercanda. Sabda Nabi Muhammad SAW. di atas menyiratkan, betapa banyak orang yang berdusta tatkala bercanda atau bercanda.
Pada dasarnya berdusta diharamkan, selain dalam tiga keadaan; yakni mendamaikan persengketaan, dusta dalam peperangan, dan dustanya seorang suami kepada isteri dan sebaliknya. Dari Ummu Kultsum dituturkan, bahwasannya Rasulullah SAW. bersabda:
Tidak dinamakan pendusta (meskipun ia berdusta), orang yang mendamaikan persengketaan orang lain yang akhirnya mendatangkan kebaikan, atau menjadikan orang lain berkata dengan perkataan yang baik. (HR. Imam Bukhari dan Muslim).
Dalam Riwayat Muslim ada tambahan:
Selain tiga keadaan itu berdusta diharamkan, termasuk dusta dalam bercanda dan bercanda. Dari Ibnu Mas’ud ra diriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW. bersabda:
Ibnu Umar ra berkata, bahwa Nabi SAW. bersabda:
Sejahat – jahatnya dusta yaitu bila sesorang mengaku kedua matanya melihat apa yang tidak dilihatnya (HR. Imam Bukhari).
Imam Bukhari mengetengahkan sebuah riwayat dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW. bersabda:
Barangsiapa mengaku bermimpi sesuatu padahal sebenarnya ia tidak bermimpi sesuatu itu, maka ia akan dituntut untuk menyambung dua biji gandum, padahal ia tidak mungkin bisa melaksanakannya. Barangsiapa yang mendengarkan pembicaraan sekelompok orang, dimana sebenarnya yang bersangkutan tidak senang bila pembicaraannya itu didengar, maka kelak di hari kiamat akan dituangkan ke dalam telinganya lelehan timah. Barangsiapa menggambar suatu benda yang hidup (bernyawa), maka nanti ia akan disiksa dan dituntut untuk meniupkan ruh ke dalam gambar itu, padahal ia tidak akan mampu menuipkannya (HR. Imam bukhari).
Pada dasarnya, berdusta itu adalah salah satu sifat dari kemunafikan. Dalam riwayat lain dinyatakan, bahwa Rasulullah SAW. bersabda:
Riwayat – riwayat ini berisikan ancaman dan celaan bagi siapa saja yang berdusta tanpa ada alasan – asalan yang dibenarkan. Syariat Islam mendorong kaum Muslim untuk berkata yang baik, atau jika ia tidak bisa, lebih baik diam. Sikap seperti ini tentunya akan lebih selamat dan mulia. Berdusta merupakan salah satu sifat orang munafik, dan tidak layak dimiliki seorang Mukmin. Seorang Muslim harus memahami bahwa berdusta merupakan perbuatan haram, dan akan membawa kepada keburukan.
Oleh karena itu, seorang Muslim dilarang berdusta meskipun hanya untuk bercanda dan bercanda.
Baca juga: Meskipun Terasa Asyik, Ghibah Itu Ternyata Bisa Jadi Musibah Buat Kita Loh!
Tidak hanya itu saja, Rasulullah SAW. juga mencela orang yang suka berpura – pura dan berlagak. Seseorang yang berpura – pura baik, padahal ia jahat, berpura – pura tertawa padahal sesuatu itu menyakitkan hatinya, atau berpura – pura sedih padahal ia bahagia, atau berpura – pura tertawa padahal apa yang dikatakan temannya itu tidak lucu, maka ia seperti orang yang mengenakan pakaian palsu. Dalam sebuah riwayat dituturkan, bahwa ada seseorang perempuan bertanya kepada Rasulullah SAW.:
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya adalah seorang isteri yang dimadu. Apakah saya berdosa bila saya berlagak puas terhadap suamiku dalam hal apa yang tidak diberikan oleh suamiku?” Nabi SAW. menjawab, “Orang yang berlagak puas dalam hal apa yang tidak diberikan kepadanya adalah seperti orang yang memakai pakaian palsu.” (HR. Imam Bukhari dan Muslim).
Seseorang tidak boleh menjadikan orang – orang yang telah mati sebagai bahan tertawaan, candaan, apalagi caci maki dan celaan. Rasulullah SAW. telah melarang mencaci maki atau menjadikan orang – orang mati sebagai bahan tertawaan dan ejekan. Dari Aisyah ra dikisahkan, bahwa Rasulullah SAW. bersabda:
Janganlah kamu sekalian mencaci maki orang – orang yang sudah meninggal. Sebab, mereka telah dihadapkan pada apa yang telah mereka kerjakan (HR. Imam Bukhari).
Inilah beberapa adab dan ketentuan dalam bercanda dengan tetangga. Dengan ketentuan – ketentuan di atas, seseorang tidak akan terjatuh kepada perbuatan haram tatkala sedang bercanda. Ia akan terhindar dari perbuatan yang bisa melecehkan dan merendahkan kehormatan orang lain. Sebab, Islam telah memelihara kehormatan dan harga diri manusia dari tindak pelecehan dan caci maki. Untuk itu, siapa saja yang melecehkan atau menertawakan orang lain hingga menjatuhkan harga dirinya, maka telah berdosa dan berhak dikenai sanksi ta’zir.
Hukum – hukum di atas berlaku tidak hanya untuk candaan yang berbentuk ucapan atau perkataan (melawak), akan tetapi juga berlaku bagi candaan yang berbentuk tulisan maupun gambar. Bila seseorang membuat karikatur maupun tulisan dengan tujuan untuk menghina dan melecehkan orang, tentu saja perbuatan semacam ini termasuk perbuatan haram.
Seorang Muslim harus berhati – hati tatkala bergurau dan bercanda dengan orang lain. Orang harus tetap memperhatikan kehormatan dan harga diri orang lain, juga ketentuan – ketentuan Islam dalam masalah bercanda dan berkelakar. Semua ini ditujukan agar gurauan dan candaan menjadi sesuatu yang benar – benar menghibur dan produktif, bukan malah menjadi sebab sakit hati dan dosa.
Baca juga: Inilah 4 Akibat Ghibah Bagi Kehidupan Bertetangga
Daftar Pustaka
Syamsuddin Ramadlan an-Nawiy, Fathiy (2018). Fiqih Bertetangga. Bogor: Al Azhar Fresh Zone Publishing.