Salah satu cara untuk menjalin tali persaudaraan adalah dengan saling mengunjungi (Silahkan kunjungi Ukhuwah Islamiyah : Keutamaan Berkunjung). Tentunya dengan memperhatikan adab – adab bertamu.
Jika seseorang hendak bertamu, sedangkan tuan rumah laki- laki tidak ada, dan yang ada di dalam rumah adalah isteri, atau anak perempuan dari tuan rumah, ia dilarang masuk ke dalam rumah. Ia harus kembali, meskipun isteri tuan rumah mengijinkan dirinya masuk.
Seorang laki-laki dilarang bersama dengan wanita non mahramnya dalam kehidupan khusus (rumah), kecuali wanita tersebut disertai mahramnya. Jika dirinya tetap masuk, maka perbuatannya terkategori perbuatan haram. Sebab, seorang laki-laki dilarang berada dalam kehidupan khusus bersama dengan wanita yang bukan mahramnya.
Islam telah menetapkan agar jamaah (komunitas) kaum wanita terpisah dari jamaah (komunitas) kaum pria ; baik di dalam masjid, di sekolah, dan lain sebagainya. Artinya, Islam menetapkan seorang wanita hendaknya hidup di tengah-tengah kaum wanita, sedangkan seorang pria hendaknya hidup di tengah-tengah kaum pria. Islam juga menetapkan bahwa, shaf (barisan) shalat kaum wanita berada di bagian belakang shaf shalat kaum pria. Islam pun menetapkan bahwa, kehidupan para wanita hanya bersama dengan para wanita atau mahram-mahram mereka.
Ini membuktikan bahwa Islam menjadikan kehidupan laki-laki terpisah dengan wanita. Seorang Mukmin dilarang melakukan interaksi dengan wanita bukan mahramnya, tanpa ada keperluan syar’iy.
Jika ada keperluan syar’iy, seorang Mukmin tidak dilarang berinteraksi dengan wanita bukan mahramnya. Jika keperluannya telah selesai, ia harus kembali kepada komunitasnya masing-masing. Islam melarang adanya interaksi antara laki-laki dan wanita tanpa ada hajah syar’iyyah (keperluan yang syar’iy).
Imam Bukhari menuturkan sebuah hadits:
Janganlah seorang laki-laki bersepi-sepi (khalwat) dengan seorang wanita kecuali disertai dengan mahram. Seorang laki-laki berdiri, seraya berkata, “Ya Rasulullah, isteriku hendak pergi haji, sedangkan aku sedang bersiap-siap pergi berperang demikian. Nabi SAW. bersabda, “Kembalilah, berhajilah bersama isterimu (HR. Imam Bukhari)
Imam Bukhari meriwayatkan pula sebuah hadits dari ‘uqbah bin ‘Amir bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda:
“Berhati-hatilah kalian dari bersepi-sepi dengan wanita.” Seorang laki-laki Anshar berkata, “Ya Rasulullah SAW., “Apakah Anda mengetahui tentang al-hamwu (ipar)?” Rasulullah SAW. menjawab, “Al-Hamwu adalah kematian.” (HR. Imam Bukhari)
Daftar Pustaka
Syamsuddin Ramadlan an-Nawiy, Fathiy (2018). Fiqih Bertetangga. Bogor: Al Azhar Fresh Zone Publishing.
Salah satu cara untuk menjalin tali persaudaraan adalah dengan saling mengunjungi (Silahkan kunjungi Ukhuwah Islamiyah : Keutamaan Berkunjung). Tentunya dengan memperhatikan adab – adab bertamu.
Jika seseorang hendak bertamu, sedangkan tuan rumah laki- laki tidak ada, dan yang ada di dalam rumah adalah isteri, atau anak perempuan dari tuan rumah, ia dilarang masuk ke dalam rumah. Ia harus kembali, meskipun isteri tuan rumah mengijinkan dirinya masuk.
Seorang laki-laki dilarang bersama dengan wanita non mahramnya dalam kehidupan khusus (rumah), kecuali wanita tersebut disertai mahramnya. Jika dirinya tetap masuk, maka perbuatannya terkategori perbuatan haram. Sebab, seorang laki-laki dilarang berada dalam kehidupan khusus bersama dengan wanita yang bukan mahramnya.
Islam telah menetapkan agar jamaah (komunitas) kaum wanita terpisah dari jamaah (komunitas) kaum pria ; baik di dalam masjid, di sekolah, dan lain sebagainya. Artinya, Islam menetapkan seorang wanita hendaknya hidup di tengah-tengah kaum wanita, sedangkan seorang pria hendaknya hidup di tengah-tengah kaum pria. Islam juga menetapkan bahwa, shaf (barisan) shalat kaum wanita berada di bagian belakang shaf shalat kaum pria. Islam pun menetapkan bahwa, kehidupan para wanita hanya bersama dengan para wanita atau mahram-mahram mereka.
Ini membuktikan bahwa Islam menjadikan kehidupan laki-laki terpisah dengan wanita. Seorang Mukmin dilarang melakukan interaksi dengan wanita bukan mahramnya, tanpa ada keperluan syar’iy.
Jika ada keperluan syar’iy, seorang Mukmin tidak dilarang berinteraksi dengan wanita bukan mahramnya. Jika keperluannya telah selesai, ia harus kembali kepada komunitasnya masing-masing. Islam melarang adanya interaksi antara laki-laki dan wanita tanpa ada hajah syar’iyyah (keperluan yang syar’iy).
Imam Bukhari menuturkan sebuah hadits:
Janganlah seorang laki-laki bersepi-sepi (khalwat) dengan seorang wanita kecuali disertai dengan mahram. Seorang laki-laki berdiri, seraya berkata, “Ya Rasulullah, isteriku hendak pergi haji, sedangkan aku sedang bersiap-siap pergi berperang demikian. Nabi SAW. bersabda, “Kembalilah, berhajilah bersama isterimu (HR. Imam Bukhari)
Imam Bukhari meriwayatkan pula sebuah hadits dari ‘uqbah bin ‘Amir bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda:
“Berhati-hatilah kalian dari bersepi-sepi dengan wanita.” Seorang laki-laki Anshar berkata, “Ya Rasulullah SAW., “Apakah Anda mengetahui tentang al-hamwu (ipar)?” Rasulullah SAW. menjawab, “Al-Hamwu adalah kematian.” (HR. Imam Bukhari)
Daftar Pustaka
Syamsuddin Ramadlan an-Nawiy, Fathiy (2018). Fiqih Bertetangga. Bogor: Al Azhar Fresh Zone Publishing.