Salah satu tugas utama seorang suami adalah menjadi pemimpin dalam keluarga.
Segala sesuatu yang ada di dunia ini Allah SWT ciptakan secara berpasang-pasangan. Termasuk dalam urusan rumah tangga. Allah menciptakan pria dan wanita dengan peran dan tugasnya masing-masing. Tidak ada yang lebih baik di atas yang lain. Yang ada hanyalah peran keduanya yang berbeda.
Seorang wanita memiliki amanah untuk mengandung, melahirkan, menyusui, dan merawat anaknya dari kecil hingga dewasa. Amanah ini tentunya bukan perkara yang mudah, diperlukan tenaga, pikiran, perasaan, dan fisik yang baik untuk menjalankannya.
Mengingat beratnya peran seorang istri, sangat adil jika Allah memberikan peran lain untuk sang suami, yaitu menjadi pemimpin bagi keluarganya. Ia dituntut untuk bisa memberikan kebutuhan lahir dan batin kepada pasangannya. Sehingga istri akan merasa nyaman ketika menjalankan amanah yang harus dijalankannya.
Amanah yang Allah berikan kepada laki-laki untuk menjadi pemimpin atas keluarganya bukan berarti ia bisa bertindak sewenang-wenang. Ia harus bisa memegang tanggung jawab dan menjadi pengayom bagi istri dan anaknya .
Suami yang otoriter terhadap keluarganya biasanya mengundang pemberontakan dari anggota keluarganya. Istri akan segan untuk berdiskusi dengan suami karena dirasa kaku, tidak mau mengerti, dan kurang bisa diajak bernegosiasi. Serta anak yang cenderung membangkang terhadap perintah ayahnya.
Di sisi lain, suami yang kepemimpinannya lemah pun dapat memberikan dampak yang tidak kalah buruknya. Anggota keluarga akan mendapatkan kebebasan yang kurang terkontrol. Istri tidak ada yang mengingatkan ketika berinteraksi dengan laki-laki yang bukan mahramnya, sedangkan anaknya lebih mudah terjerumus ke dalam pergaulan bebas.
Hal tersebut bisa saja terjadi dalam kehidupan sehari-hari, karena suami menyerahkan kepemimpinannya kepada istri. Hal ini terjadi karena peran suami untuk mencari nafkah dilimpahkan kepada istrinya.
Salah satu letak kepemimpinan keluarga berada orang yang memberikan nafkah. Ketika pihak yang memberikan nafkah kepada keluarga berasal dari istri. Maka secara tidak langsung kepemimpinan seorang suami telah jatuh.
Perlu dipahami juga, bahwa hal ini bukan berarti seorang istri tidak boleh bekerja. Karena dalam beberapa kasus tertentu, seorang istri terpaksa harus bekerja demi kelangsungan hidup keluarganya. Entah itu karena berperan menjadi single parent, ataupun untuk membantu menambah penghasilan suaminya. Hal yang lebih penting adalah membangun komunikasi yang baik di antara kedua belah pihak.
Islam telah memberi rambu-rambu yang cukup jelas mengenai hal ini. Tugas memberikan nafkah tetap berada di pihak suami. Sehingga jika istri bekerja, maka harta yang didapatkan menjadi hak miliknya sendiri. Kecuali jika ia memiliki kerelaan untuk memberikan harta tersebut kepada suaminya sebagai salah satu bentuk sedekah.
Salah satu karakter suami yang dirindukan oleh anak ataupun istri adalah suami yang moderat. Ia bisa tegas, namun juga mau mendengar pendapat dari anggota keluarga yang lain. Istri dan anak-anaknya tidak segan untuk mengeluarkan pendapatnya, meski tidak semua pendapat harus diterima.
Baca juga: 3 Hal Sederhana yang Membuat Istri Bahagia Menurut Islam
Ketika mendapat amanah sebagai pemimpin, seorang suami tentunya memiliki konsekuensi yang harus ditanggungnya, seperti:
Salah satu tanggung jawab paling besar yang dimiliki seorang suami adalah membimbing dan mendidik keluarganya supaya terhindar dari siksa api neraka, seperti yang telah disampaikan dalam firman Allah SWT.
Apabila seorang suami merasa belum sanggup memberikan pendidikan yang baik kepada keluarganya, maka ia bisa mendelegasikan hal tersebut kepada orang yang lebih ahli di bidangnya. Misalnya memberikan dukungan ataupun fasilitas kepada istrinya untuk mengikuti pengajian atau seminar-seminar tentang rumah tangga.
Baca juga: Pesan Untuk Suami: Hadirkanlah Islam di Dalam Rumah Tangga
Tanggung jawab lain yang dimiliki oleh seorang pemimpin rumah tangga adalah mendidik anak-anaknya untuk mendirikan shalat.
Pendidikan mengerjakan shalat sangat penting karena akan membangun kepribadian islam pada anak sejak kecil. Shalat menjadi salah satu fondasi bagi anak saat menghadapi kerasnya hidup ketika dewasa kelak.
Meski begitu, pola pendidikan kepada anak harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan perkembangan anak. Karena anak-anak cenderung lebih mudah belajar dan merespon hal-hal yang baru ketika dilakukan secara bertahap .
Baca juga: 4 Cara Mudah Mengajarkan Anak Shalat Sejak Dini
Seperti yang telah disampaikan pada awal pembahasan di atas, salah satu tugas utama dari seorang pemimpin rumah tangga adalah memberi nafkah kepada keluarganya. Nafkahtidak hanya masalah lahirnya saja, melainkan juga batinnya.
Layaknya laki-laki, perempuan pun memiliki dorongan seksual. Hanya saja perempuan berbeda dengan laki-laki dalam hal anatomi, hormon, ataupun emosionalnya. Sehingga terdapat perbedaan perlakuan antara laki-laki dengan perempuan untuk masalah ini.
Demikianlah tulisan singkat mengenai peran laki-laki sebagai pemimpin bagi keluarganya. Adanya peran ini tentu mendatangkan konsekuensi yang harus ditanggung oleh seorang suami, seperti membimbing keluarganya sesuai dengan ajaran islam, mendidik anak-anaknya mendirikan shalat, serta memberikan nafkah bagi keluarganya.
Baca juga: Pesan Untuk Suami: Hadirkanlah Islam di Dalam Rumah Tangga
Silahkan isi kolom komentar jika ada masukan atau saran. Jangan lupa share jika tulisan ini bermanfaat. Terima kasih.
(Diedit oleh Nizar Tegar)
Salah satu tugas utama seorang suami adalah menjadi pemimpin dalam keluarga.
Segala sesuatu yang ada di dunia ini Allah SWT ciptakan secara berpasang-pasangan. Termasuk dalam urusan rumah tangga. Allah menciptakan pria dan wanita dengan peran dan tugasnya masing-masing. Tidak ada yang lebih baik di atas yang lain. Yang ada hanyalah peran keduanya yang berbeda.
Seorang wanita memiliki amanah untuk mengandung, melahirkan, menyusui, dan merawat anaknya dari kecil hingga dewasa. Amanah ini tentunya bukan perkara yang mudah, diperlukan tenaga, pikiran, perasaan, dan fisik yang baik untuk menjalankannya.
Mengingat beratnya peran seorang istri, sangat adil jika Allah memberikan peran lain untuk sang suami, yaitu menjadi pemimpin bagi keluarganya. Ia dituntut untuk bisa memberikan kebutuhan lahir dan batin kepada pasangannya. Sehingga istri akan merasa nyaman ketika menjalankan amanah yang harus dijalankannya.
Amanah yang Allah berikan kepada laki-laki untuk menjadi pemimpin atas keluarganya bukan berarti ia bisa bertindak sewenang-wenang. Ia harus bisa memegang tanggung jawab dan menjadi pengayom bagi istri dan anaknya .
Suami yang otoriter terhadap keluarganya biasanya mengundang pemberontakan dari anggota keluarganya. Istri akan segan untuk berdiskusi dengan suami karena dirasa kaku, tidak mau mengerti, dan kurang bisa diajak bernegosiasi. Serta anak yang cenderung membangkang terhadap perintah ayahnya.
Di sisi lain, suami yang kepemimpinannya lemah pun dapat memberikan dampak yang tidak kalah buruknya. Anggota keluarga akan mendapatkan kebebasan yang kurang terkontrol. Istri tidak ada yang mengingatkan ketika berinteraksi dengan laki-laki yang bukan mahramnya, sedangkan anaknya lebih mudah terjerumus ke dalam pergaulan bebas.
Hal tersebut bisa saja terjadi dalam kehidupan sehari-hari, karena suami menyerahkan kepemimpinannya kepada istri. Hal ini terjadi karena peran suami untuk mencari nafkah dilimpahkan kepada istrinya.
Salah satu letak kepemimpinan keluarga berada orang yang memberikan nafkah. Ketika pihak yang memberikan nafkah kepada keluarga berasal dari istri. Maka secara tidak langsung kepemimpinan seorang suami telah jatuh.
Perlu dipahami juga, bahwa hal ini bukan berarti seorang istri tidak boleh bekerja. Karena dalam beberapa kasus tertentu, seorang istri terpaksa harus bekerja demi kelangsungan hidup keluarganya. Entah itu karena berperan menjadi single parent, ataupun untuk membantu menambah penghasilan suaminya. Hal yang lebih penting adalah membangun komunikasi yang baik di antara kedua belah pihak.
Islam telah memberi rambu-rambu yang cukup jelas mengenai hal ini. Tugas memberikan nafkah tetap berada di pihak suami. Sehingga jika istri bekerja, maka harta yang didapatkan menjadi hak miliknya sendiri. Kecuali jika ia memiliki kerelaan untuk memberikan harta tersebut kepada suaminya sebagai salah satu bentuk sedekah.
Salah satu karakter suami yang dirindukan oleh anak ataupun istri adalah suami yang moderat. Ia bisa tegas, namun juga mau mendengar pendapat dari anggota keluarga yang lain. Istri dan anak-anaknya tidak segan untuk mengeluarkan pendapatnya, meski tidak semua pendapat harus diterima.
Baca juga: 3 Hal Sederhana yang Membuat Istri Bahagia Menurut Islam
Ketika mendapat amanah sebagai pemimpin, seorang suami tentunya memiliki konsekuensi yang harus ditanggungnya, seperti:
Salah satu tanggung jawab paling besar yang dimiliki seorang suami adalah membimbing dan mendidik keluarganya supaya terhindar dari siksa api neraka, seperti yang telah disampaikan dalam firman Allah SWT.
Apabila seorang suami merasa belum sanggup memberikan pendidikan yang baik kepada keluarganya, maka ia bisa mendelegasikan hal tersebut kepada orang yang lebih ahli di bidangnya. Misalnya memberikan dukungan ataupun fasilitas kepada istrinya untuk mengikuti pengajian atau seminar-seminar tentang rumah tangga.
Baca juga: Pesan Untuk Suami: Hadirkanlah Islam di Dalam Rumah Tangga
Tanggung jawab lain yang dimiliki oleh seorang pemimpin rumah tangga adalah mendidik anak-anaknya untuk mendirikan shalat.
Pendidikan mengerjakan shalat sangat penting karena akan membangun kepribadian islam pada anak sejak kecil. Shalat menjadi salah satu fondasi bagi anak saat menghadapi kerasnya hidup ketika dewasa kelak.
Meski begitu, pola pendidikan kepada anak harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan perkembangan anak. Karena anak-anak cenderung lebih mudah belajar dan merespon hal-hal yang baru ketika dilakukan secara bertahap .
Baca juga: 4 Cara Mudah Mengajarkan Anak Shalat Sejak Dini
Seperti yang telah disampaikan pada awal pembahasan di atas, salah satu tugas utama dari seorang pemimpin rumah tangga adalah memberi nafkah kepada keluarganya. Nafkahtidak hanya masalah lahirnya saja, melainkan juga batinnya.
Layaknya laki-laki, perempuan pun memiliki dorongan seksual. Hanya saja perempuan berbeda dengan laki-laki dalam hal anatomi, hormon, ataupun emosionalnya. Sehingga terdapat perbedaan perlakuan antara laki-laki dengan perempuan untuk masalah ini.
Demikianlah tulisan singkat mengenai peran laki-laki sebagai pemimpin bagi keluarganya. Adanya peran ini tentu mendatangkan konsekuensi yang harus ditanggung oleh seorang suami, seperti membimbing keluarganya sesuai dengan ajaran islam, mendidik anak-anaknya mendirikan shalat, serta memberikan nafkah bagi keluarganya.
Baca juga: Pesan Untuk Suami: Hadirkanlah Islam di Dalam Rumah Tangga
Silahkan isi kolom komentar jika ada masukan atau saran. Jangan lupa share jika tulisan ini bermanfaat. Terima kasih.
(Diedit oleh Nizar Tegar)